Saturday, September 18, 2021

Bid’ah



Definisi Bid’ah

Imam an-Nawawi dan Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam mendefinisikan bid’ah dengan redaksi yang hampir sama yaitu: “Melakukan sesuatu yang baru, yang tidak ditemukan di masa Rasulullah SAW.” [An-Nawawi, at-Tahdzib, III/22 dan Ibn Abdissalam Qawaid al-Ahkam, II/172]

 

Klasifikasi Bid’ah

Hadits-hadits peringatan menjauhi bid’ah selalu didahului dengan anjuran melakukan sunnah. Seperti hadits shohih:

 فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكْوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَة. (رواه أبو داود والترمذي)

“Barangsiapa yang hidup setelahku, maka akan melihat perbedaan yang banyak. Maka berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah para Khalifah yang mendapat petunjuk, pegangilah dengan sekuat kalian. Dan jauhilah setiap sesuatu yang baru, karena setiap bid’ah adalah sesat.” [HR. Imam Abu Daawud dan Imam Tirmidzi]

 

Namun sesuatu yang baru yang berdasarkan sunnah tidak masuk dalam kategori bid’ah yang sesat tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shohih yang lain:

 مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ. (رواه مسلم وأحمد)

“Barangsiapa yang melakukan sunnah yang baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang melakukannya setelahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Barangsiapa yang melakukan sunnah yang buruk dalam Islam, maka akan mendapatkan dosanya dan dosa orang yang melakukannya setelahnya tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.” [HR. Imam dan Imam Achmad]

 

Ahli hadits, seperti Imam Nawawi berkata:

 وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ تَخْصِيصُ قَوْلِهِ صلى الله ع وسلم: كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَأَنَّ الْمُرَاد بِهِ الْمُحْدَثَاتُ الْبَاطِلَةُ وَالْبِدَعُ الْمَذْمُومَةُ.

“Hadits pertama (tentang setiap bid’ah adalah sesat) masih bersifat umum dan ditakhshish (dijelaskan) denga hadits kedua (tentang sunnah yang baik dan buruk). Sehingga bid’ah di atas dibagi menjadi dua, yaitu bid’ah hasanah (baik) dan sayyiah (buruk).” [An-Nawawi, Syarah Shohih Muslim, III/461]

 

Ahli hadits lain, al-Hafidz Ibn Hajar sependapat dengan Imam an-Nawawi. Bahkan ia mengutip pendapat dari Imam asy-Syafi’i yang diriwayatkan oleh al-Hafidz al-Baihaqi dan al-Hafidz Abu Nu’aim yang berbunyi:

 قَالَ الشَّافِعِي الْبِّدْعَةُ بِدْعَتَانِ مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ.

“Sesuatu yang baru (bid’ah) ada dua, terpuji (mahmudah) dan tercela (madzmumah). Bila sesuai dengan sunnah, maka terpuji. Dan bila bertentangan dengan sunnah, maka tercela.” [Ibn Hajar, Fath al-Bari Syarah Shohih al-Bukhari, XX/253]

 

Amaliah yang Punya Dalil Bukan Bid’ah

Amaliah yang tidak punya dalil secara khusus memang sering dituduh bid’ah. Tentu tuduhan ini tidak benar. Ahli hadits al-Hafidz Ibn Hajar berkata:

 وَالْمُرَاد بِقَوْلِهِ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، مَا أُحْدِث وَلَا دَلِيل لَهُ مِنْ الشَّرْع بِطَرِيقِ خَاصٍّ وَلَا عَامٍّ.

“Yang dimaksud sabda Nabi ‘Semua bid’ah sesat’ adalah sesuatu yang diperbarui namun tidak punya dalil secara syar’i. baik secara khusus maupun secara umum.” [Ibn Hajar, Fath al-Bari Syarah Shohih al-Bukhari, XX/330]

 

Dengan demikian amaliah yang punya dalil secara umum bukanlah bid’ah yang tercela.

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-