Monday, September 13, 2021

Isyarat Syaikhona Kholil Bangkalan Riwayat KH. As’ad Syamsul Arifin


KH. As’ad Syamsul Arifin:

”Kira-kira tahun 1920, waktu saya ada di Bangkalan (Madura), di pondok Kiai Kholil. Kiai Muntaha Jengkebuan menantu Kiai Kholil, mengundang tamu para ulama dari seluruh Indonesia. Secara bersamaan tidak dengan berjanji datang bersama, sejumlah sekitar 66 ulama dari seluruh Indonesia.


Masing-masing ulama melaporkan: “Bagaimana Kiai Muntaha,tolong sampaikan kepada Kiai Kholil saya tidak berani menyampaikannya ini semua sudah berniat untuk sowan kepada Hadhratus Syaikh. Tidak ada yang berani kalau bukan Anda yang menyampaikannya.”

Kiai Muntaha berkata: “Apa keperluannya?”

Mereka menjawab begini: “Begini, sekarang ini mulai ada kelompok-kelompok yang sangat tidak senang dengan ulama Salaf, tidak senang dengan kitab-kitab ulama Salaf. Yang diikuti hanya Qur’an dan Hadits saja. Yang lain tidak perlu diikuti. Bagaimana pendapat pelopor-pelopor Walisongo karena ini yang sudah berjalan di Indonesia? Sebab rupanya kelompok ini melalui kekuasaan pemerintah Jajahan, Hindia Belanda. Tolong disampaikan pada Kiai Kholil.”


Sebelum para tamu sampai ke kediaman Kiai Kholil dan masih berada di Jengkuban, Kiai Kholil menyuruh Kiai Nasib:

“Nasib, ke sini! Bilang kepada Muntaha, di Qur’an sudah ada, sudah cukup:

يُرِيدُونَ أَن يُطْفِؤُواْ نُورَ اللّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّهُ إِلَّا أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ. (التوبة: ٣٢)

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Alloh dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Alloh tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” [QS. At-Taubah: 32]


Jadi para tamu belum sowan sudah dijawab oleh Kiai Kholil. Ini karomah, belum datang sudah dijawab keperluannya. Jadi para ulama tidak menyampaikan apa-apa, cuma bersalaman. “Saya puas sekarang” kata Kiai Muntaha. “Jadi saya belum sowan, sudah dijawab hajat saya ini” lanjutnya.


Tahun 1921-1922 ada musyawarah di Kawatan (Surabaya) di rumah Kiai Mas Alwi. Ulama-ulama berkumpul sebanyak 46, bukan 66. Tapi hanya seluruh Jawa, bermusyawarah termasuk Abah saya (KH. Syamsul Arifin), termasuk Kiai Sidogiri, termasuk Kiai Hasan almarhum, Genggong, membahas masalah ini. Dari Barat Kiai Asnawi Kudus, ulama-ulama Jombang semua, namun tidak menemukan kesimpulan. Sampai tahun 1923, kata seorang Kiai: “Kita mendirikan Jam’iyyah” kata yang lain: “Syarikat Islam ini saja diperkuat.” Kata yang lain: “Organisasi yang sudah ada saja.” Belum ada NU. (Sementara) yang lain sudah merajalela. Tabarruk-tabarruk sudah tidak boleh.

Para ulama belum menemukan kesimpulan. Tahun 1924, Kiai (Kholil) memanggil saya: “As’ad, kesini kamu! Besok kamu pergi ke Hasyim Asyari Jombang. Tahu rumahnya?” “Tahu, kiai” (Jawab Kiai As’ad). Kiai Kholil berkata: “Tongkat ini antarkan, berikan pada Hasyim. Ini tongkat kasihkan.” “Ya, Kiai.” (Jawab Kiai As’ad). Kiai berkata: “Ini (tongkat) kasihkan ya …” Kiai Kholil membaca surat Thoha: 17-21:

وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى. قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيْهَا مَآرِبُ أُخْرَى. قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى. فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى. قَالَ خُذْهَا وَ لَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيْرَتَهَا الْأُولَى.

“Apa itu yang di tangan kananmu, hai Musa?” Musa menjawab: “Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” Alloh berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkanlah tongkat itu, tiba-tiba ia menjadi ular yang meraya dengan cepat. Alloh berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya pada keadaannya semula.”

Sesampai di Jombang, Kiai As’ad berkata: “Begini Kiai, saya disuruh Kiai (Kholil) untuk mengantar tongkat.” Kiai Hasyim: “Tongkat apa?” Kiai As’ad berkata: “Saya menyampaikan surat Thoha: 17-21.”

وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى. قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيْهَا مَآرِبُ أُخْرَى. قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَى. فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ 

حَيَّةٌ تَسْعَى. قَالَ خُذْهَا وَ لَا تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيْرَتَهَا الْأُولَى.

“Apa itu yang di tangan kananmu, hai Musa?” Musa menjawab: “Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” Alloh berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkanlah tongkat itu, tiba-tiba ia menjadi ular yang meraya dengan cepat. Alloh berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya pada keadaannya semula.”


Kiai Hasyim berkata: “Alhamdulillah, Nak. Saya ingin mendirikan Jam’iyyah Ulama. Saya teruskan kalau begini. Tongkat ini tongkat Nabi Musa yang diberikan Kiai Kholil kepada saya.” Inilah rencana mendirikan Jam’iyyah Ulama. Belum ada Nahdlatul Ulama.

Tahun 1924 akhir, saya dipanggil lagi oleh Kiai Kholil, “As’ad, ke sini! Kamu tidak lupa rumahnya Hasyim? Ini tasbih antarkan”, Kiai As’ad menjawab: “Ya, Kiai.” Kemudian tasbih itu dipegang ujungnya dan Kiai Kholil berdoa: “Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qohhar, Ya Qohhar, Ya Qohhar.”

Saya lalu sampai di Tebuireng. Kiai Hasyim bertanya: “Apa itu?” (Kiai As’ad): “Saya mengantarkan tasbih.” Kiai Hasyim: “Masyaallah, masyaallah. Saya diperhatikan betul oleh guru saya. Mana tasbihnya?” Kemudian diambil oleh Kiai Hasyim. “Apa kata Kiai Kholil?” (Kiai As’ad): “Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qohhar, Ya Qohhar, Ya Qohhar.” Kiai Hasyim berkata: “Siapa yang berani pada NU akan hancur. Siapa yang berani pada ulama akan hancur.” Ini dawuhnya.

Pada tahun 1925, Kiai Kholil wafat tanggal 29 Ramadhan banyak orang melayat. Akhirnya pada tahun 1926 bulan Rojab diresmikan Jam’iyyatul Ulama. Ini sudah dibuat, organisasi sudah disusun. Termasuk yang menyusun adalah Kiai Dahlan dari Nganjuk, yang membuat Anggaran Dasar. Kemudian para ulama sidang lagi untuk mengutus kepada gubernur jenderal.”

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-