Wednesday, October 13, 2021

PERMASALAHAN BAIAT DALAM ISLAM

Q; Assalamu’alaikum wr. wb. Sebelum dan sesudahnya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mohon penjelasan apa yang dimaksud dengan baiat itu dan mengapa perlu baiat? Dan bagaimana hukumnya? Terima kasih.




A: Wa ‘alaikumussalam. wr. wb. Baiat itu sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Di dalam Al-Qur’an pun juga dijelaskan bahwa para perempuan-perempuan mukmin meminta baiat kepada RasulullahSAW, yakni “Apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan baiat (janji setia) bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatau apapun dengan ALLooh, tidak akan mencuri, tidak akan berbuat zina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dosa yang mereka adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yngbaik, maka terimalah janji setia mereka.” [QS. Al-Mumtahanah: 15]

Jadi, terkait dengan keberadaan baiat itu memang benar adanya sejak zaman Rasulullah SAW. Adapun baiat itu ada beberapa macam:


Pertama, ada baiat terkait dengan status kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini merupakan baiatnya rakyat kepada pemimpin terpilih untuk menyatakan keabsahan pemimpin tersebut. Dan baiat ini dinamakan baiat al-In’iqod. Orang tidak bisa serta merta menyatakan sebagai khalifah, raja atau pemimpin. Kalau hanya sekedar pengakuan sepihak maka tidak sah. Kepemimpinan itu bisa dihukumi sah kalau dari semua perwakilan ummat (ketua suku dan sebagainya) secara resmi menyatakan dan membaiat bahwa seseorang (fulan) ini adalah pemimpin. Intinya harus ada pelimpahan (tawfidh) secara resmi dari ummat (yang hakikatnya mereka berhak mengatr dirinya) untuk permasalahan publik hak mengatur dirinya itu mereka limpahkan kepada sang amir (pemimpin) melalui beberapa perwakilan ummat. Dan mereka kalau sudah membaiat satu orang pemimpin, amir maka status pemimpin itu menjadi sah. Dan baiat semacam ini dinamakan baiat alIn’iqod.


Kedua, baiatut tho’ah. Setelah dinyatakan sah dan dilantik oleh beberapa tokoh yang mewakili semua ummat. Kemudian rakyat yang berada di bawah kepemimpinannya juga siap melakukan kepatuhan kepada pemimpin selama tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Selama tidak dalam hal maksiat dan hal yang bisa menimbulkan bahaya. Dan baiat semacam ini dinamakan baiat tho’ah. Tujuan dari baiat ini bukan untuk mengesahkan, tapi untuk menunjukkan adanya kepatuhan rakyat terhadap pemimpin. Dan kalau dua hal ini sudah terjadi, maka status pemimpin secara de facto dan de jure sangat kuat. Secara de facto memang kenyataannya semua rakyat berbaiat dan secara de jure kuat karena perwakilan tokoh-tokoh yang resmi itu telah membaiat pemimpin. Posisinya menjadi legal, formal dan kuat sehingga kepemimpinannya bisa efektif. Intinya baiat tho’ah itu komitmen kepatuhan ummat terhadap pemimpi yang sah. Dan ini hukumnya tidak wajib. Sebab kepatuhan itu tidak harus diungkapkan  secara langsung. Patuh itu selama kita tidak makar, tidak melakukan pemberontakan maka namanya patuh. Di samping tidak wajib, baiat tho’ah juga tidak menentukan keabsahan sebuah pemimpin. Contohnya seseorang menghadap Rasulullah SAW berbaiat tidak akan mencuri dan sebagainya. Dan tanpa baiat ini pun secara syariat kita wajib melakukan sholat, zakat, puasa dan yang lain dan tidak boleh mencuri, merampok dan sebagainya.


Kalau situasi dan kondisi ummat tanpa pemimpin, maka toko-tokoh perwakilan ummat wajib mencari satu pemimpin yang dinyatakan sah dengan proses dibaiat. Dan hal seperti ini hukumnya fardhu kifayah. Sebab tidak boleh membiarkan kehidupan tanpa kepemimpinan. Adapun baiat tho’ah hukumnya tidak sampai wajib. Sebab tidak semua sahabat itu pernah berbaiat kepada Nabi Muhammmad SAW dalam arti sebagai rakyat, begitu juga tidak semua sahabat berbaiat kepada Sahabat Abu Bakar, Umar bin Khoththob, dan sebagainya.


Adapun permasalahan hadits Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa yang mati dan di lehernya tiada baiat maka dia mati dalam keadaan jahiliyyah.” oleh sebagian kelompok tertentu dijadikan dalil seakan-akan baiat itu menjadi syarat sahnya Islam seseorang dan kalau belum baiat maka islamnya tidak sah. Yang dimaksud dengan orang yng mati belum baiat matinya seperti jahiliyyah itu adalah baiat dalam arti mengangkat seorang pemimpin sah. Sehingga bertahun-tahun lingkungan manusia itu mati tidak mempunyai pemimpin. Ketika ummat mati dan tidak mempunyai pemimpin maka berbagai kejahatan akan merajalela. Maraknya pencurian yang tidak ada tindakan, orang melakukan kejahatan tiada yang menindak, dan sebagainya. Jadi mereka hidup tanpa hukum. Dan yang berlaku hanyalah hukum pribadi, misalnya dalam satu keluarga masih rajin sholat, puasa dan sebagainya. Akan tetapi kalau menyangkut hukum publik misalnya pencuri, perampok, pemerkosa dan sebagainya tidak ada tindakan sebab tidak adanya kepemimpinan. Dan kondisi hidup yang kacau, seenaknya sendiri tiada pemimpin inilah yang dikatakan mati dalam keadaan jahiliyyah. Bukan berarti kalau seseorang belum baiat ke amir (pemimpin) tertentu maka islamnya tidak sah.


Dzikir itu sunnah, dan dzikir secara terbimbing lebih wajib. Dan terkadang agar dzikir seseorang itu menjadi, maka dia menyatakan baiat kepada mursyid agar lebih istiqomah. Dan ini hukumnya tidak sampai wajib. Baiat seperti ini baik karena ada beberapa hal. Di antaranya adalah dzikir kita lebih terbimbing, islam akan bersatu. Dan kita ketahui bahwa thoriqoh dan mursyid itu sangat banya sekali. Jadi, baiat itu baik tapi dalam situasi tertentu tidak baik. Misalnya kelompok ini baiat pada mursyid A, kelompok itu baiat pada mursyid B dan keduanya sampai pada fanatik yang berlebihan terhadap mursyidnya masing-masing, merasa benar sendiri yang lain salah maka hal ini akan menimbulkan hal yang tidak baik. Jadi, intinya baiat itu jangan sampai meyakini bahwa Mursyidnya yang paling benar dan yang lain salah. Kita harus saling menghormati antar kelompok dan Mursyid yang lain. Sebab kelompok (thoriqoh) itu sangat beragam. Kalau dalam rumus jawa “ngunu yo ngunu tapi ojo ngunu”.


Selaras dengan hal itu adalah ucapan Imam Syafi’I, “qoulana showab yahtamilu al-khotta’, wa qouluhum khota’ yahtamilu ash-showab” artinya “Kami yakin bahwa pendapat kami benar,tapi karena hasil ijtihah maka juga mungkin salah dan menurut kami pendapat mereka salah tapi karena hasil ijtihad maka juga mungkin benar.” Kemudian untuk dzikir khususi (dzikrul muqoyyad) maka harus mengikuti yang telah diajarkan(talqin) oleh guru mursyidnya. Tapi jangan lantas menolak untuk mengikuti acara kebaikan (istighotsah, majlis taklim, dzikir umum) yang diadakan oleh kelompok (thoriqoh) lain selama hal itu tidak menyangkut wirid khususi. Ibaratnya orang yang sudah baiat pada mursyid tertentu itu kalau mau makan sudah mempunyai menu khusus, tapi suatu saat kalau mendapat tambahan menu misalnya sate atau krupuk maka tidak masalah. Jangan sampai kita sudah mempunyai menu khusus ketika ada menu tambahan tidak mau menerimanya. Bagaimanapun mendapatkan tambahan keberkahan itu penting.


Jadi, keberadaan baiat itu sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW . Secara garis besar baiat dibagi menjadi tiga: baiatul in’iqod, baiatut tho’at dan baiat thoriqoh. Dan sesuatu yang baikitu kalau melebihi batasnya tentu akan berakibat buruk. Begitu juga dalam hal berbaiat atau berthoriqoh.

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-