Pada saat tiga atau empat hari sebelum wafat, KH. Abdul Karim (Pendiri Pesantren Lirboyo) terbaring sakit di tempat tidur ditunggui oleh putrid-putrinya.
Sambil menangis beliau mengeluarkan kata-kata.
“Dongakno yo! Mugo-mugo aku mbesuk neng kono diakoni dadi santrine Mbah Kholil.” (Doakan ya! Semoga saya kelak di sana diakui menjadi santrinya Mbah Kholil).
Permintaan doa ini sangat mengherankan. Biasanya permintaan seseorang sebelum meninggal adalah minta didoakan agar husnul khotimah, diampuni dosanya atau masuk surga. Tapi ini tidak. Kiai Abdul Karim justru meminta didoakan supaya diakui sebagai santri dari guru beliau, Kiai Kholil. Itupun disampaikan sambil menangis. Bukti bahwa hal itu adalah sesuatu yang tidak main-main dan sangat penting untuk diungkapkan. Apa sebenarnya maksud dari permintaan doa itu?
Jawabannya adalah dhawuh beliau setelahnya.
“Tanpo aku diakoni santrine Mbah Kholil, aku gak iso mlebu swargo.” (Tanpa saya diakui santrinya Mbah Kholil, saya tidak bisa masuk surga).
Ini adalah sikap tawadlu’ yang luar biasa. Kiai Abdul Karim tidak merasa dirinya mempunyai amal yang bisa mengantarkan beliau masuk surga. Beliau tidak PEDE dengan amal ibadah yang dilakukan semasa hidup. Harapan masuk surga hanyalah dengan mendapatkan pengakuan santri dari gurunya yang masyhur sebagai seorang wali Allah. Sehingga diharapkan Kiai Kholil memberikan syafaat kepada beliau agar bisa masuk surga.
(…)
Membaca kisah ini, semoga dapat mengikis kesombongan dalam diri. Masuk surga itu bukan perkara mudah. Amal kita masih terlalu sedikit dan sangat jauh dari ikhlas. KH. Abdul Karim yang sepenuhnya hidupnya dibaktikan untuk beribadah kepada Allah dan mengajar santri saja masih merasa belum yakin diterima semua amalnya.
Karena itulah, sangat penting menghubungkan diri dengan guru. Agar kita diakui sebagai santri beliau. Sehingga kelak kita bisa berkumpul bersama di surga. Bukankah Rasulullah SAW bersabda, bahwa kita akan dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai.
Di dalam Al-Qur’an juga ada ayat yang menyebutkan bahwa orang yang beriman akan dipertemukan di surga bersama anak cucunya. Yang dimaksud dengan anak cucu bukan hanya anak cucu dalam nasab, namun juga anak cucu dalam ilmu, yaitu murid.
Allah berfirman:
“Orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” [QS. At-Thur: 21]