AKHLAK RASULULLAH PADA SESUATU YANG TAK DISENANGI
Rasulullah adalah orang yang
paling halus kulitnya, yang paling lembut hati dan batinnya. Kemarahan dan
kesenangannya dapat diketahui dari raut wajahnya. Apabila telah memuncak
kemarahannya, beliau lebih banyak mengusap jenggotnya. Beliau tidak berbicara
kepada seseorang dengan sesuatu yang tidak disukainya.
Seorang laki-laki menemui
Rasulullah. Pada diri laki-laki itu terdapat warna kuning yang tidak disukai
beliau. Maka beliau tidak berbicara dengan laki-laki itu sehingga ia keluar.
Kemudian beliau bersabda, “Seandainya kalian berkata pada laki-laki itu untuk
meninggalkan ini, yaitu warna kuning, niscaya akan lebih bagus.”
Pernah seorang Arab Badui kencing
di dalam masjid, kemudian para sahabat bermaksud mencegahnya. Beliau bersabda,
“Janganlah kalian memutuskan kencingnya.” Kemudian beliau bersabda kepada orang
Badui itu, “Sesungguhnya masjid ini tidak boleh untuk sesuatu yang kotor, yaitu
berak dan kencing.” [HR. Muttafaq ‘alaih dari Anas]
Dalam riwayat lainnya beliau
bersabda, “Ajaklah untuk mendekat, janganlah kalian membuat orang lari.”
Pada suatu hari datang seorang
Badui menemui Rasulullah untuk meminta sesuatu. Maka beliau pun memberi, lalu
bertanya kepadanya, “Apakah aku telah berbuat baik kepadamu?”
Orang Arab Badui itu menjawab,
“Tidak, engkau belum berbuat baik padaku.”
Maka para sahabat marah dan
mereka berdiri menghadap orang Badui itu.
Maka Rasulullah memberikan
isyarat kepada mereka supaya menahan amarah. Kemudian beliau bangkit dan masuk
ke dalam rumahnya, lalu keluar seraya mengirim tambahan pemberian sesuatu
kepada orang Arab Badui itu. Kemudian beliau bertanya lagi kepada orang Arab
Badui itu, “Aku telah berbuat baik kepadamu?”
Orang Badui itu menjawab, “Ya,
semoga Allah membalas kebaikanmu kepada keluargaku.”
Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya engkau telah mengatakan apa yang engkau katakan, dan di hati para
sahabatku, ada ganjalan karena kata-katamu. Maka jika engkau mau, berkatalah di
hadapan mereka apa yang engkau ucapkan di hadapanku, sehingga hinggalah
ganjalan yang ada di hati mereka.”
Orang Badui itu menjawab,
“Baiklah”.
Pada hari berikutnya, orang Badui
itu datang lagi. Maka Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya
orang Badui ini telah berkata begini dan begitu, kemudian kami menambah
pemberian kepadanya. Tampaknya ia telah rela, bukankah begitu?”
Kemudian orang Badui itu berkata,
“Semoga Allah membalas kebaikanmu.”
Setelah peristiwa itu Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnya perumpamaanku dan orang Badui ini adalah seperti
seorang laki-laki yang memiliki unta betina yang terlepas talinya. Kemudian
orang-orang berlarian mengejarnya, namun orang-orang itu bukannya berhasil
mengendalikannya, malah membuat unta itu semakin lari menjauh.
“Pemilik unta kemudian menyeru
kepada orang-orang yang mengejarnya, ‘Biarkanlah aku yang mengejarnya,
sesungguhnya aku lebih mengetahui tabiatnya dan lebih menyayanginya daripada
kalian.’
“Pemilik unta itu lalu mengejar
untanya. Ketika sudah dekat, ia mengambil rumput kering lalu melambai-lambainya
sehingga untanya mendekat pemilik unta itu kemudian mengikat dengan kuat-kuat
pelananya dan menaikinya.
“Seandainya aku membiarkan kalian
karena perkataan laki-laki Badui itu, kemudian kalian membunuhnya, tentu hal
itu akan menyeret kalian ke neraka.” [HR. al-Bazzar dan Abus Syaikh]