Q: Assalaamu’alaikum wr wb. Ada seorang Islam waktu mudanya malas beribadah. Sholat tapi banyak bolongnya. Puasa tapi puasanya tidak pernah genap satu bulan. Sekarang dia betul-betul ingin bertaubat dengan cara setiap sholat wajib selalu diikuti dengan sholat qodho’. Begitu pula puasanya setiap bulan sering melakukan puasa qodho’. Apakah hal ini sudah betul? Kalau belum betul bagaimana solusinya hutang yang sudah bertahun-tahun terlupakan itu? Begitupula jumlah bilangannya?
A: Wa’alaikumussalaam wr wb. Sholat merupakan kewajiban bagi ummat Islam. Oleh karena itu sangat tidak layak bagi setiap muslim mengabaikannya dalam keadaan apapun.
Sholat termasuk ibadah formal (muqoyyadah) yang telah ditentukan waktu pelaksanaannya. Firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 103: “Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang mukmin.” Tidak sah menjalankan sholat sebelum waktunya tiba. Dilarang meninggalkan sholat tanpa udzur sampai waktunya habis.
Menjalankan sholat pada waktunya dinamakan ada’. Kebalikannyan adalah qodho’ yaitu mengerjakan sholat di luar waktunya. Mengqodho’ sholat wajib hukumnya, baik meninggalkan karena ada udzur atau tidak. Hanya saja, jika ada udzur, pelakunya tidak berdosa. Perintah mengqodho’ didasarkan pada sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa lupa tidak mengerjakan sholat maka dia harus melakukannya (mengqodho’nya) ketika mengingatnya.” [HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim]
Sholat yang ditinggalkan tanpa udzur wajib secepatnya diqodho’ (‘ala al-faur). Jika ada udzur sebaiknya dipercepat supaya lekas lepas dari tanggungan (baro’ah adz-dzimmah). Hal ini sebagaimana dianut oleh Madzhab Syafi’i. kewajiban mengqodho’ sholat tetap berlaku sampai kapan pun. Ini artinya, sholat yang ditinggalkan selama bertahun-tahun masih tetap menjadi tanggunga. Jenis dan jumlah sholat yang diqodho’ disesuaikan dengan jumlah dan jenis yang ditinggalkan. Oleh karena itu, harus diketahui terlebih dahulu, apakah sholat yang ditinggalkan itu dzhuhur, ashar, maghrib, isya’ atau shubuh dan berapa kali terjadi.
Kalau tidak diketahui secara pasti jumlah sholat yang ditinggalkan ada tiga pendapat. Pertama, mengqodho’ sholat kecuali yang diyakini telah dikerjakan. Kedua, mengqodho’ sholat yang diyakini belum dikerjakan. Ketiga, menggunakan pendapat pertama bagi orang yang meninggalkan, dan pendapat kedua jika jarang melalaikan sholat. [al-Fiqh Al-Islami, 1161, juga Qolyubi: I, 118]
Sebagai wujud kehati-hatian dalam beragama (al-ihtiyah), sebaiknya kita memilih pendapat pertama. Ia adalah pendapat terkuat dan sejalan dengan salah satu kaidah fiqih, al-ashl al-‘adam (hukum asal yang dipakai adalah belum dilakukan). Kalau seseorang meyakini telah meninggalkan sholat tetapi lupa jenisnya, apakah dzhuhur atau lainnya, maka ia harus mengqodho’ sholat fardhu lima waktu secara keseluruhan. Hanya dengan begitu, ia dipastikan telah mengqodho’ sholat yang pernah ditinggalkan.
Mengqodho’ dapat dilakukan kapan saja. Mengingat Anda melakukannya dengan sengaja, tanpa udzur, maka Anda harus mengqodho’ sholat fardhu lima waktu secara keseluruhan. Hanya dengan begitu, dipastikan Anda telah mengqodho’ sholat yang pernah ditinggalkan. Mengingat Anda meninggalkannya dengan sengaja, tanpa udzur maka Anda harus mengqodho’ secepatnya. Jangan sampai ditunda-tunda lagi. Mengqodho’ sholat secepat mungkin hukumnya wajib. Sebuah kewajiban tidak bisa ditinggalkan kecuali untuk melakukan kewajiban yang lain. Menurut Madzhab Syafi’i, mengqodho sholat dalam jumlah banyak tidak diwajibkan secara berurutan. Artinya mengqodho Ashar, lalu Dzhuhur, disusul Isya’ misalnya. Namun lebih baik berurutan karena hukumnya sunnah. [Mughni Al-Muhtaj: I, 127]
Perlu diingat, bahwa selain mengqodho’, Anda harus bertobat atas kesalahan Anda. Mengqodho’ justru merupakan bagian dari tobat. Tobat adalah meninggalkan perbuatan yang dilarang syara’, menyesalinya dan bertepatan hati tidak mengulanginya pada masa mendatang.
WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB