Monday, June 20, 2022

Terbunuhnya Singa Allah

Inilah, penuturan yang disampaikan sendiri oleh pembunuh Hamzah, Wahsy bin Harb, “Sebelumnya aku adalah budak Jubair bin Muth’im. Paman Jubair, Thu’aimah bin Adi terbunuh pada perang Badr. Pada saat Quraisy pergi ke Uhud, Jubair berkata kepadaku, jika kamu dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad, sebagai pembalasan atas terbunuhnya pamanku, maka engkau jadi merdeka.”



 

Maka aku pun ikut bergabung bersama pasukan. Aku adalah seorang penduduk Habasyiah. Seperti lazimnya orang-orang Habasyiah, aku juga mahir dalam melontarkan tombak kecil. Jarang sekali aku meleset dari sasaran. Saat mereka bertempur, aku segera beranjak mencari-cari Hamzah. Akhirnya aku dapat melihat kelebatnya di tengah manusia layaknya onta abu-abu yang lincah. Tak seorang pun mampu menghadapi terjangannya. Demi Allah, aku pun bersiap-siap menjadikan sebagai sasaran. Aku berlindung di balik batu atau pohon untuk mendekatinya. Tetapi tiba-tiba Siba’ bin Abdul Uzza muncul mendahuluiku dengan mendatangi Hamzah.

 

“Kemarilah wahai anak wanita tukang supit!” kata Siba’ kepada Hamzah, karena memang ibunya adalah tukang supit. Seketika itu Hamzah menyabetkan pedangnya, tepat mengenai kepala Siba’.

 

Tombak kecil sudah kuayun-ayunkan di tangan. Saat kurasa sudah mendekati dan memungkinkan, tombak kulontarkan tepat mengenahi perutnya bagian bawah, hingga tembus ke selakangannya. Dia berjalan ke arahku dengan badan limbung lalu terjerembab ke tanah. Aku menungguinya beberapa saat hingga dia benar-benar meninggal. Setelah itu baru kuhampiri jasadnya dan kucabut tombakku. Kemudian aku kembali lagi ke tenda dan duduk di sana. Aku tidak mempunyai kepentingan lain. Aku membunuh Hamzah dengan tujuan agar aku menjadi orang merdeka. Maka setiba di Makkah, aku pun dimerdekakan.

 

Menguasai Keadaan

Sekalipun pasukan Muslimin mengalami kerugian yang besar dengan terbunuhnya Singa Allah dan Singa Rasul-Nya, Hamzah bin Abdul Muththalib, mereka tetap mampu menguasai seluruh keadaan. Yang ikut bertempur pada saat itu adalah Abu Bakar, Umar bin Al-Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Az-Zubair bin Al-Awwam, Mush’ab bin Umair, Tholhah bin Ubaidillah, Abdullah bin Jahs, Sa’d bin Mu’adz, Sa’d bin Ubadah, Sa’d bin Ar-Rabi’, Anas bin An-Nadhr, dan masih banyak orang-orang seperti mereka yang mampu merontokkan ambisi orang-orang musyrik.

 

Di antara pahlawan perang yang bertempur tanpa mengenal rasa takut pada waktu itu adalah Hanzalah bin Abu Amir. Ayahnya adalah seorang tabib yang disebut si fasik, yang sudah kami singgung. Saat mendengar gemuruh pertempuran yang saat itu dia masih berada di dalam pelukan istrinya, maka dia segera melepaskan pelukan istrinya dan langsung beranjak untuk berjihad. Saat sudah terjuh ke kancah pertempuran berhadapan dengan pasukan musyrikin, dia menyibak barisan hingga dapat berhadapan langsung komandan pasukan musuh, Abu Sufyan bin Harb. Sebenarnya saat itu dia sudah dapat menundukkan Abu Sufyan. Namun hal itu sudah diketahui Shaddad bin Al-Aswad yang kemudian langsung menikamnya hingga meninggal dunia sebagai seorang syahid.

 

Peranan Para Pemanah

Detasemen para pemanah yang diangkat oleh Rasulullah SAW dan ditempatkan di atas bukit mempunyai peranan yang sangat besar dalam membalik gendering perang untuk kepentingan pasukan Muslimin. Kavaleri Quraisy yang dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid dan ditopang oleh Abu Amr si fasik melancarkan serang tiga gelombang untuk menghancurkan sayap kiri pasukan Muslimin. Sebab jika sayap kiri bisa digempur, maka inti pasukan Muslimin dapat dimasuki, sehingga barisan mereka bisa dibuat kocar-kacir dan bisa dipastikan mereka akan kalah telak. Namun setiap kali ada gelombang serangan, para pemanah yang berada di atas bukit menghujani musuh dengan anak panah, hingga dapat menggagalkan tiga kali serangan musuh.

 

Begitulah roda pertempuran terus berputar dan pasukan Muslimin yang kecil justru menguasi keadaan, sehingga sempat menyurutkan ambisi para dedengkot musyrikin, dan membuat barisan mereka berlari menghindar ke kanan, ke kiri, ke depan, dank e belakang. Seakan-akan tiga ribu prajurit musyrikin harus berhadapan dengan tiga puluh ribu prajurit Muslim. Keberanian pasukan Muslimin terlihat jelas. Setelah Quraisy habis-habisan menguras tenaganya untuk menghadang serbuan pasukan Muslimin, maka terlihat semangat mereka yang turun drastic. Bahkan tak seorang pun di antara mereka yang berani mendekati bendera, setelah terbunuhnya pembawa bendera mereka yang terakhir, yaitu Shu’ab. Tak seorang pun yang berani mengambil bendera itu agar pertempuran berlangsung seru disekitarnya. Mereka sudah ancang-ancang untuk mundur dan melarikan diri, seakan mereka lupa apa yang pernah bergejolak di dalam hati mereka sebelum itu, yaitu dendam kesumat dan keinginan untuk mengembalikan kejayaan, kehormatan dan wibawa.

 

Ibnu Ishaq berkata, “Kemudian Allah SWT menurunkan pertolongan-Nya kepada orang-orang Muslim dan memenuhi janji-Nya, sehingga mereka bisa mencerai-beraikan musuh. Hampir pasti kemenangan ada di tangan mereka.”

 

Abdullah bin Az-Zubair meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata, “Demi Allah, sampai-sampai aku bisa melihat betis Hindun binti Utbah yang tersingkap karena harus melarikan diri bersama rekan-rekannya.”

 

Dalam hadits Al-Barra’ bin Azib di dalam Ash-Shahih disebutkan, “Saat kami menyerang, mereka melarikan diri hingga, dapat kulihat bagaimana para wanita Quraisy tertatih-tatih di bukit sambil menyingsingkan kebaya, hingga terlihat betis dan gelang kaki mereka.”

 

Orang-orang Muslim mengejar orang-orang musyrik agar mereka meletakkan senjata dan dapat merampas harta.

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-