Kepemimpinan adalah amanah, sehingga orang yang menjadi pemimpin berarti ia tengah memikul amanah. Dengan demikian tugas menjadi pemimpin itu berat, sehingga sudah sewajarnya jika yang menjadi pemimpin itu orang-orang yang cakap dalam bidangnya. Kalau orang yang tidak berkompeten menjadi pemimpin maka yang akan terjadi adalah kerusakan Rasulullah SAW dawuh, "Apabila amanah telah disia-siakan, maka nantikanlah tibanya hari kiamat. Ada yang bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanah?" Beliau menjawab: "Apabila perkara itu diserahkan kepada selain ahlinya, maka nantikanlah tibanya hari kiamat." [HR. Imam Bukhori]
Kepemimpinan juga tidak layak diberikan kepada yang tidak berkompeten. Diriwayatkan dari Sayyidina Abu Dzar, ia berkata, "Aku menyatakan, 'Ya Rasulullah tidaklah Anda berminat memberikan sebuah jabatan?' Lalu Beliau menepuk-nepuk pundakku dan berkata, 'Wahai Abu Dzar, kamu seorang yang lemah sementara jabatan adalah sebuah amanah dan sebab kesedihan dan penyesalan di hari kiamat nanti, kecuali orang yang mengambilnya dengan yang haq dan melaksanakan semua kewajiban'." [HR. Imam Muslim]
Masih diriwayatkan dari Sayyidina Abu Dzar, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Abu Dzar, aku lihat engkau seorang yang lemah dan aku suka engkau mendapatkan sesuatu yang aku sendiri menyukainya. Jangan engkau memimpin dua orang dan janganlah kamu mengurus harta anak yatim." [HR. Imam Muslim]
Adapun orang yang pantas menjadi pemimpin dan dapat berlaku adil, maka akan mendapatkan keutamaan yang besar sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang shohih seperti hadits: "Ada tujuh golongan yang Allah lindungi mereka pada hari kiamat, di antaranya imam (pemimpin) yang adil." Dan juga hadits yang menyebutkan bahwa orang-orang yang berbuat adil nanti di sisi Allah pada hari kiamat berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya.
Namun bersamaan dengan itu karena banyaknya bahaya dalam kepemimpinan tersebut, Rasulullah SAW memperingatkan agar jangan mengejar jabatan
Ada sebagian orang menyatakan bolehnya meminta jabatan dengan dalil permintaan Nabi Yusuf AS kepada penguasa Mesir: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), "Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan." [QS. Yusuf: 55]
Namun, perlu diketahui bahwa permintaan Beliau ini bukan karena ambisi Beliau untuk memegang jabatan kepemimpinan. Namun semata karena keinginan Beliau untuk memberikan kemanfaatan kepada manusia secara umum sementara Beliau melihat dirinya memiliki kemampuan, kecakapan, amanah dan menjaga terhadap apa yang tidak mereka ketahui.
Ketahuilah wahai mereka yang sedang memperebutkan kursi jabatan dan kepemimpinan, sementara dia bukan orang yang pantas untuk mendudukinya, kelak pada hari kiamat kedudukan itu nantinya akan menjadi penyesalan karena ketidakmampuannya dalam menunaikan amanah sebagaimana mestinya.
Imam Al-Qodhi Al-Baidhowi berkata: "Karena itu tidak sepantasnya orang yang berakal, bergembira dan bersenang-senang dengan kelezatan yang diakhiri dengan penyesalan dan kerugian."