Saturday, September 24, 2022

Gus Nadhif: Putra Asli Kota Pendekar Bawa Pencak Silat ke Belanda

NU Kota Madiun – Nadhif Muhammad Mumtaz tau yang akrab disapa Gus Nadhif ini merupakan salah satu putra dari Mustasyar PCNU Kota Madiun yaitu KH. Fuad Hariri. 


Gus Nadhif menjadi salah satu sosok pemuda yang layak diberi slogan “Yang Muda Yang Berkarya”, bagaimana tidak? Pria yang lahir pada tahun 1995 ini sudah banyak mengantongi karya di usia yang terbilang masih cukup muda.


Gus Nadhif yang tercatat sebagai alumni Pondok Pesantren Tambakberas Jombang ini juga menjadi salah satu alumni Universitas Islam Negeri Malik Ibrahim Malang pada tahun 2018. Tidak cukup disitu, Gus Nadhif juga melanjutkan proses belajar ke jenjang S2 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan lulus pada tahun 2021.


Dikenal sebagai mahasiswa yang aktif di berbagai organisasi, pada kenyataannya Gus Nadhif juga masih tetap berprestasi. Beliau berhasil meraih penghargaan sebagai mahasiswa lulusan terbaik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2021 lalu.


“Jurusan yang Saya ambil di UIN Jakarta ini terkenal cukup sulit, sebab tahapan yang dilalui seperti ujian proposal, WIP 1, WIP 2, ujian pendahuluan, dan baru kemudian promosi tesis,” ujar Gus Nadhif, saat dihubungi oleh tim warta NU Kota Madiun.


Salah satu hal yang terbilang cukup unik dari sosok yang mengidolakan Prof. Dr. H. Abudin Nata ini adalah beliau merupakan mahasiswa yang rajin.

“Saya tidak pinter juga, hanya beruntung dan memang tergolong rajin,” imbuhnya.


Pada masa mengembara—begitulah kiranya istilah yang kami gunakan untuk menggambarkan suatu proses—yang Gus Nadhif jalani sejak berkuliah di UIN Malik Ibrahim Malang, ada banyak prestasi yang telah didapatkan. Seperti menjadi Ketua UKM Lembaga Kajian, Penelitian, dan Pengembangan Mahasiswa UIN Malang, Ketua Association of International Class Program, bahkan menjadi Ketua Pencak Silat di ranah Perguruan Tinggi.


Hal itu membuktikan bahwa kiprah Gus Nadhif dalam berproses benar-benar matang melalui beberapa organisasi tersebut. Dan jangan salah, pada jenjang S2 ternyata “pengembaraan” Gus Nadhif masih terus berlanjut.


Bagaimana tidak, Gus Nadhif berhasil mengikuti konferensi artikel dan pernah mempresentasikannya pada event “3rd Biennial International Conference”, dan artikel yang dipresentasikan Gus Nadhif adalah berjudul “Mutual Supporting Between Islamic Law and Customary Law.”


Dalam tulisannya, Gus Nadhif mengangkat dua Perguruan Pencak Silat yang merupakan budaya lokal untuk dipaparkan ke Negeri Kincir Angin itu, yaitu Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa yang digali informasinya langsung dari suwargi Romo Yai Agus Sunyoto di Malang, yang mewakili Perguruan di bawah naungan ormas Islam dan juga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) yang digelutinya sedari Tsanawiyah tatkala mondok, yang mewakili Perguruan bukan naungan ormas Islam. 


Gus Nadhif ingin menggambarkan bahwasanya Hukum Islam dengan Hukum Adat ternyata bisa jalan seiringan dan tidak berat sebelah. Keinginan untuk menyempurnakan teori dari  Dr. Snouck Hurgronje yang menganggap Hukum Adat di atas Hukum Agama dan juga teori dari Prof. Sayuti yang menilai Hukum Agama lebih utama dibandingkan Hukum Adat jadi modal Gus Nadhif untuk bisa menulis karya ilmiah tersebut. 

Gus Nadhif menceritakan pada acara yang digelar saat musim semi itu juga dihadiri oleh Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) serta Prof. Dr.Phil. Sahiron, M.A. Guru Besar dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga yang bertindak sebagai Keynote Speaker. 


Selain tulisan abstrak yang akhirnya bisa mengantarkannya untuk mengikuti agenda itu juga banyak tulisan Gus Nadhif yang terbit pada beberapa jurnal, dan bahkan beliau juga menulis dua buku yang berjudul Guru Ideal dan Jurang. Gus Nadhif sendiri berpendapat jika kita punya ilmu dari hasil belajar maka ada tuntutan untuk mengamalkannya nah salah satunya adalah dengan cara menulis dengan harapan bisa bermanfaat kepada orang lain. 


Dari jejak tersebut kiranya mampu diartikan bahwa Gus Nadhif memang menekuni bidang literasi, salah satu hal yang bagi sebagian orang dianggap sulit dan menakutkan. Melalui karya dan tulisan Gus Nadhif, setidaknya ada fakta bahwa skill menulis memang ada dan bahkan dibutuhkan di era saat ini.

“Mayoritas orang akan merasa takut tulisannya tidak berkualitas, dan persoalan takut untuk menulis adalah problem terbesar. Menurut saya, tidak masalah jika tulisan kita dikritik, sebab jika menilik dalam dunia filsafat maka tidak ada kata salah dan benar. Semua berdialektika untuk menuju kesempurnaan,” tegasnya.


Ketekunannya dalam bidang literasi dan juga pendidikan rupanya membawa Gus Nadhif tiba pada jenjang pendidikan S3.


Beliau melanjutkan studi di UIII (Universitas Islam Internasional Indonesia) sekaligus menjadi dosen di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Ponorogo.


Gus Nadhif, satu cahaya yang mulai bersinar dari Kota Madiun, memberikan letupan semangat bagi generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) untuk tetap berproses dan belajar, agar kelak turut memperjuangkan NU dimanapun berada.

Semoga.***

Kontributor : Intan Gandhini

Editor : Haris Saputro

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-