"Setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram maka neraka lebih pantas untuknya”.
Hadits di atas sudah cukup populer dan sering disampaikan sebagai terdapat dalam kitab Kasyful Khofa’ karya Al Imam Al ‘Ajaluniy RA. Imam Sahl bin Abdillah Al Usturi, salah seorang ulama salaf berkata, “Siapa memakan yang haram, maka tubuhnya akan bermaksiat, dia mau atau tidak. Dan siapa yang memakan yang halal maka tubuhnya akan berbuat taat, dia mau atau tidak”. Pada masa kita ini, nyaris tidak ditemukan lagi orang yang waro’ kecuali sangat sedikit. Kebanyakan mereka telah terjerumus dalam keharaman. Ketahuilah bahwa hati ini akan menjadi gelap karena makanan haram, baik dia menyadari dan mengetahuinya atau tidak. Baiklah jika memang dia tidak mengetahui bahwa yang dimakannya adalah haram, ini mungkin agak ringan (tetapi tetap akan menyebabkan kegelapan hatinya).
Tapi yang dengan sengaja melakukannya maka celakalah dia, binasalah dia. Sebab siap memasukkan satu suapan haram pada tubuhnya maka sholatnya tidak diterima oleh Allah selama suapan itu masih berada dalam tubuhnya. Siapa yang sholat dengan baju yang di sana terdapat satu benang (kain) yang haram maka sholatnya tidak diterima oleh Allah selama baju itu melekat di tubuhnya. Lalu apa faedah yang akan didapat dari amalnya jika ternyata itu semua tidak diterima? Bagaimana mungkin cahaya akan masuk ke dalam hati yang gelap gulita?
Saat ini, jika kita datang kepada sekelompok orang lalu membicarakan masalah kewaro’an, maka mereka akan berkata, “Sekarang manusia semua sudah makan yang haram. Di mana yang halal?” “Kamu mau makan apa?”
Ketahuilah bahwa kata-kata semacam ini adalah tidak sopan dan menentang (berani) kepada Allah SWT. Padahal bumi Allah sangatlah luas, jika dia mau berusaha pasti akan mendapatkan yang halal sekalipun dengan usaha yang keras. Yang lebih mengherankan lagi bahwa ada sebagian manusia yang berakal, memiliki pikiran, tetapi sengaja memakan yang haram padahal dia tahu bahwa dengan perbuatannya itu dia akan diadzab oleh Allah. Sebab jika dia melakukan itu dia akan terseret ke dalam neraka, maka tinggalkanlah makanan haram, pasti akan datang kepada kalian makanan yang halal.
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “Yang halal itu jelas dan antara keduanya adalah perkara yang syubhat (remang-remang), banyak manusia tidak mengetahui kejelasannya. Maka siapa yang menjaga diri dari barang syubhat ini, maka dia telah menjaga harga diri dan agamanya. Dan siapa yang terjerumus pada syubhat maka dia akan terjerumus pada yang haram, ibarat seorang pengembala yang menggembalakan kambingnya di dekat daerah larangan maka dia nyaris akan memasuki daerah larangan itu.” [HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim]
Maka dari itu, jagalah diri kita dan keluarga kita terutama dari hal yang semacam ini, jangan sampai tubuh mereka terisi makanan syubhat apalagi haram, sekuat apapun usaha kita untuk mengarahkan mereka ke jalan yang lurus, namun jika makanan yang kita berikan tidak benar, maka akan sia-sia usaha tersebut. Dan kita larang mereka sekuat tenaga dari kemungkaran, maka itu pun akan sia-sia. Karena makanan haram telah mendarah daging dengan mereka.
Dalam sebuah atsar disebutkan: “Jika kalian banyak sholat sehingga menjadi seperti tiang-tiang, banyak berpuasa sehingga kurus kering seperti tali busur, semua ibadah itu tidak akan diterima kecuali jika dilandasi dengan kewaro’an yang tinggi”.
Al Habib Abdullah bin Alawiy Al Haddad RA dalam untaian nasehatnya menyatakan:
“Ketahuilah semoga Allah merahmati kalian bahwa makanan halal akan menyinari hati dan melembutkannya dan menyebabkan adanya rasa takut kepada Allah dan khusyu’ kepada-Nya, memberikan semangat dan motivasi pada anggota tubuh untuk taat dan beribadah serta menumbuhkan sikap zuhud terhadap dunia dan kecintaan pada akhirat. Dan inilah sebab diterimanya amal-amal sholeh kita dan dikabulkannya doa-doa kita.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Sa’ad bin Abi Waqqosh, “Perbaguslah (jaga kehalalan) makananmu, niscaya doamu akan dikabulkan”. “Adapun makanan haram dan syubhat maka kebalikan dari yang sudah disebutkan tadi, dia akan menyebabkan kekerasan hati dan menggelapkannya, mengikat (mengekang) tubuh dari ketaatan dan menjadikannya rakus terhadap dunia. Inilah sebab ditolaknya amal-amal ibadah dan doanya.”
Sebagaimana dalam sebuah hadits, di mana Rasulullah SAW menceritakan seorang musafir yang bajunya compang-camping, rambutnya berdebu (tidak terurus), dan dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (dengan suara lirih dan penuh harapan) dia berkata, “Wahai Tuhanku, Wahai Tuhanku”. Namun makanannya haram, minumannya haram, bajunya haram dan dimasukkan pada mulutnya makanan haram, maka bagaimana mungkin akan diterima doanya?.
Maka berusahalah mencari pekerjaan dan makan yang halal dan jauhilah keharaman. Dan ketahuilah bahwa kewaro’a ini tidak hanya pada makanan saja tapi mencakup semua aspek pekerjaan kita. Berbuat apapun harus dilandasi dengan kehati-hatian dan kewaspadaan, jika masih ragu maka tinggalkanlah, khawatir akan terjerumus pada keharaman dan akibatnya pasti fatal.
WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB