Nahdlatul Ulama Kota Madiun

sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah

Youtube

Profil

Sejarah

Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah.

Read More

Visi Misi

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Read More

Pengurus

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Madiun terdiri dari 3 unsur kepengurusan, Mustasyar (Penasihat), Syuriyah (Pimpinan tertinggi), dan Tanfidziyah (Pelaksana Harian).

Read More

MWC

MWC (Majelis Wakil Cabang) merupakan kepengurusan di tingkat kecamatan, terdiri dari MWC NU Manguharjo, MWC NU Kartoharjo, dan MWC NU Taman.

Read More

Warta

Friday, December 23, 2022

Mbah Ali Maksum dan Pohon Kristen

Mbah Ali Maksum dan Pohon Kristen

Pernah suatu ketika, KH Ali Maksum jalan-jalan di sekitar pesantren. Beliau sering melakukan kegiatan tersebut, berniat untuk memantau kondisi di sekitar lingkungan pesantren. Entah itu kondisi santrinya, pun masyarakat di sekitarnya.



Senyum dan sapa adalah ciri khas Mbah Ali ketika berpapasan dan bertemu dengan orang lain. Pemandangan santri berbaris berderet panjang untuk bersalaman juga hal lazim bagi Mbah Ali.


Sejauh beliau berjalan, nampak kondisinya sesuai dengan apa yang selalu beliau harapkan: “baik-baik saja.” Santri berkegiatan seperti biasa, ada yang mengaji Qur’an, belajar, mencuci dan tidak sedikit yang sedang ngopi berdiskusi.


Ya begitulah, kultur pesantren yang dibangun oleh Mbah Ali adalah kultur keterbukaan. Segala yang bisa dipelajari, akan juga dikupas dan dimakan habis. Kajian keislaman pesantren di era Mbah Ali dicatat mendapatkan momentum terbaiknya.


Tapi ketika dirasa baik-baik saja, mata Mbah Ali menatap dalam-dalam dari kejauhan sana terdapat keramaian. Beliau mendekati sumber keramaian, didapatinya enam orang santri berjibaku untuk menebang pohon. Mbah Ali semakin dekat, hingga bisa memastikan bahwa pohon yang akan ditebang adalah pohon cemara. Mbah Ali lantas bertanya dengan tanggap.


“He Cong, koe ngopo nebang wit kui? (Bocah, kenapa kamu tebang pohon itu?)” tanya Mbah Ali dengan beribu tanda tanya.


“Niki wit Ceramah Mbah, eh cemara Mbah,” jawab santri tergagap. Kaget sekaligus takut. Mereka hampir tak menyadari kedatangan Mbah Ali sebab sibuk menebang.


“Terus ngopo nek wit cemara? Ngopo kok ditebang? (Trus kenapa kalau pohon cemara? Kenapa ditebang?)” Mbah Ali terus menyelidiki.


“Lah niki pohon Kristen Mbah. Wit ingkang didamel umat Kristen ngrayakke Natal. Supados mboten nyerupani, lare-lare sepakat nebang wit niki. (Lah ini pohon orang Kristen, Mbah. Pohon yang digunakan umat Kristen untuk merayakan Hari Natal. Agar tidak menyamai mereka, anak-anak sepakat menebang pohon ini).”


 “…dalile kan pun jelas Mbah, ‘Man tasyabbaha bi qoumin fahuwa minhu…'” Panjang santri sembari ndalili Kiainya sendiri.


“Hmm ngono tho le,” dehem Mbah Ali. “Lah sejak kapan pepohonan mempunyai agama?” Mbah Ali bertanya balik.


Yang ditanyai tanpa respon, saling pandang satu sama lain. Bingung gelagapan.


“Asal salatmu masih lurus, Pepohonan ini tidak bakal bisa merintangi imanmu, le. Pohon cemara kamu bilang pohon Kristen. Nggak sekalian saja pohon lainnya kamu kasih agama? Semua saja kamu labeli agama. Motor agama Shinto soalnya dari Jepang. Bentuk motor mirip salib, kamu bilang itu kendaraan kafir.”


Selagi Mbah Ali menjelaskan, masing-masing santri diam-diam melempar muka dan melepaskan alat-alat yang tadi dibuat untuk menebang, seperti tali, gergaji, palu dan golok.


Semua santri diam dan tak berdaya. Setelah mendapat penjelasan panjang lebar, seolah-olah mereka pengin pipis di celana. Masih tanpa ekspresi, mereka berdiri terpaku dan terpukau dengan penjelasan Mbah Ali.


“Tidak usah ditebang, le,” perintah Mbah Ali. Sedang para santri langsung bubar tak lupa pamit dengan bersalaman kepada Mbah Ali.


Soal hadis tadi, “man tasyabbaha bi qaumin…” tidak semua keserupaan itu berlaku di segala sisi kehidupan sosial dan budaya. Bahkan hadis itu berlaku hanya pada keserupaan perihal ibadah agama tertentu.


Pernah Nabi SAW. menyerupai orang musyrikin dan Yahudi dalam menyisir rambut, dan beliau menyukai model rambut yang kedua. Pun dengan kubah masjid, itu tradisi bangsa Romawi, lihat Aya Sofia di Istanbul Turki. Tapi tak ada yang meragukannya, sebab mindset kita kalau kubah itu ya Islam.


Tapi, coba Anda lihat beberapa langgar–sejenis dengan musala, bentuk kubahnya prisma, menyerupai bentuk gereja. Begitulah salah satu bentuk manifestasi dari penghargaan sekaligus penghormatan Islam rahmatan lil’alamin terhadap agama lain.


Sekali lagi, ini bukan soal menyerupai kaum ini dan itu. Mbah Ali mencoba untuk tidak mendiskreditkan agama-agama lain dalam campur tangan orang Islam. Ini soal kesehatan logika beragama kita, yang seringkali merasa iman kita ditakutkan tercampur dengan iman agama lain sebab meniru mereka.


Selain itu, pepohonan merupakan sumber air. Air yang bersih dan melimpah itu berkat filterisasi dari proses pertumbuhan pepohonan. Kotoran dan jenis penyebab penyakit dalam air disaring oleh akar pohon-pohon. Mereka mengelola peredaran air melalui akar-akar yang menjulang di bawah dataran tanah. Sehingga air bisa dinikmati oleh manusia.


Karenanya, Mbah Ali juga melarang untuk menebang, pasalnya persediaan air yang dibutuhkan oleh pesantren sangatlah banyak. Apabila pohon ditebang, otomatis sumber air bisa berkurang.


Ala kulli hal, hikmah yang bisa kita ambil dari kisah Mbah ali tersebut adalah, jangan sekali-kali menyerupai orang lain sembari mengolok-olok kaum yang kamu serupai.][


Sumber cerita dari ceramah KH. Buchori Masruri saat Haul Mbah Ali Maksum, dari situs almunawwir.com dengan judul “Mbah Ali, Pohon Kristen dan Anomali Logika Beragama”

Thursday, December 22, 2022

Dahsyatnya Doa Ibu

Dahsyatnya Doa Ibu

Dikisahkan, ada seorang ulama besar yang sangat masyhur. Dia ingin sekali pergi ke Mekkah untuk melaksanakan umroh. Tetapi ibunya tidak memberikan izin, meski dirayu dengan segala cara. Akhirnya, nekatlah ulama tersebut berangkat ke tanah suci tanpa izin dari ibunya. Sang ibu yang ditinggal sendirian merasa sedih dan kecewa. Dalam munajat dan mujahadahnya dia berdoa.

“Yaa Robb, anakku telah membakarku dengan api perpisahan. Berikanlah hukuman padanya.”

Ketika ulama tadi sampai di sebuah kota pada suatu malam, masuklah ia ke masjid untuk beribadah. Pada waktu bersamaan, ada pencuri melakukan aksi di sebuah rumah. Pemilik rumah yang tahu kalau rumahnya ada tamu tak diundang, lalu berteriak. Larilah si pencuri ke arah menuju masjid. Warga segera mengejar ke arah larinya pencuri.


Ketika mereka sampai ke pintu masjid, mereka kehilangan jejak si pencuri. Ada yang berteriak, “Mungkin di dalam masjid.” Mereka akhirnya masuk dan melihat hanya ada satu orang di sana sedang melaksanakan sholat. Spontan, ditangkaplah ulama tersebut dan diseret paksa ke hadapan walikota.


Walikota memutuskan ulama tersebut harus dipotong kedua tangan dan kakinya. Serta kedua matanya dicongkel keluar. Dilaksanakanlah putusan hukuman tersebut. Orang-orang di pasar berteriak berulang-ulang, “Inilah hukuman pencuri.” Tapi ulama tadi menimpali, “Jangan berkata seperti itu, tetapi katakanlah ini adalah balasan orang yang ingin pergi ke Mekkah tanpa restu ibunya.” Ketika ada sebagian orang yang mengenali ulama tersebut dan tahu fakta sebenarnya, mereka yang hadir di situ menangis dan menyesal. Telah salah tangkap dan mendzholimi orang tidak bersalah.


Mereka akhirnya mengantar ulama tersebut pulang dan diletakkan di depan pintu rumahnya.


Ibunya selama ditinggal pergi sering berdoa, “Ya Robb, jika Engkau menimpakan musibah kepada anakku, pulangkanlah ia kepadaku. Sehingga aku dapat berjumpa dengannya.”


Didengarnya dari luar rumah ada suara orang berkata yang tak lain adalah anaknya sendiri,

“Aku musafir yang kelaparan, berilah aku makanan.”

“Mendekatlah ke pintu!” jawab ibunya.

“Aku tidak punya kaki untuk bisa berjalan.”

“Ulurkanlah tanganmu!”

“Aku tidak punya kedua tangan.”

“Jika aku mendekatimu, ada keharaman antara kita (karena tidak ada hubungan mahram antara kita).”

“Jangan khawatir, kedua mataku buta.”


Ibunya kemudian mengambil sepotong roti dan segelas air, lalu disuguhkan kepada anaknya. Ketika ibunya mendekat anaknya meletakkan wajah di telapak kaki ibunya, seraya berkata, “Aku anakmu yang durhaka.” Ibu yang segera mengetahui orang tersebut adalah anak kandungnya, menangis dan berkata, “Ya Robb, jika memang keadaannya seperti ini, cabutlah ruhku dan ruhnya sehingga tidak ada orang yang melihat aib ini.” Sementara sang ibu masih bermunajat kepada Alloh, seketika keduanya sudah tidak bernafas.

(___)

Pesan cerita: bagi para ibu jangan gampang-gampang mendoakan yang tidak baik pada putra-putrinya. Ketahuilah, doa kalian sangat dahsyat.

[Dikutip dari kitab Durrotun Nashihin]

Friday, December 16, 2022

KUNCI SUKSES

KUNCI SUKSES

Bersemangatlah dan jangan malas dalam ikhtiar dengan mengambil sebab, namun sebagai insan yang beriman pada takdir Allah kita tidak boleh hanya bergantung pada sebab. Ketika sudah melakukan sebab maka bertawakallah kepada Allah dan sabar serta ridha dalam menyikapi hasil yang diberikan oleh Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ


“Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah dan janganlah kamu malas! Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan ‘seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’, tetapi katakanlah ‘Qaddarullah wa maa sya’a fa’ala’. Karena perkataan ‘seandainya’ akan membuka pintu syetan”. (HR. Muslim) 


PENTINGNYA TAWAKKAL

Barangsiapa yang mewujudkan takwa dan tawakal akan dapat menggapai seluruh kebaikan din dan dunianya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan baginya jalan keluar dan memberi dia rezki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alah, maka Dia itu cukup baginya” (Ath-Thalaq : 2-3)


Tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allah dalam rangka mendapatkan sesuatu yang diinginkan dan menghilangkan sesuatu yang tidak disukai, disertai rasa yakin dan diiringi dengan melakukan sebab-sebab yang diperbolehkan. Tawakal harus mencakup dua perkara. Pertama, yaitu bersandarnya hati kepada Allah dengan jujur dan yakin sebenar-benarnya. Kedua, yaitu harus disertai dengan mengambil sebab-sebab yang diperbolehkan oleh syariat untuk mencapai tujuannya tersebut


Barangsiapa yang lebih banyak bersandar kepada sebab maka kurang rasa tawakalnya pada Allah dan telah menafikan penjagaan Allah. Seolah-olah dia menjadikan sebab semata sebagai sandaran yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang dia inginkan atau menghilangkan sesuatu yang tidak disukai. Sebaliknya barangsiapa yang hanya bersandar kepada Allah namun tidak disertai usaha mengambil sebab, berarti telah mencela hikmah Allah Ta’ala,karena hanya Allah yang menjadikan segala sesuatu dengan sebab.


Dari Umar bin Khaththab dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, ”Jikalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenarnya niscaya Allah akan memberikan rezki kepada kalian seperti seekor burung. Pagi-pagi ia pergi dalam keadaan lapar da pulang disore hari dalam keadaan kenyang”. (HR. At-Tirmidzi).


SABAR DAN RIDHA

Sehubungan dengan apa yang tidak disukainya, seorang hamba bisa menempati salah satu dari dua derajat yaitu ridha atau sabar. Ridha adalah yang lebih utama, adapun sabar hukumnya wajib bagi setip insan yang beriman


Sabar adalah menahan diri dari amarah dan kekesalan ketika merasa sakit sambil berharap derita yang dihadapiya segera hilang. Sementara ridha adalah berlapang dada atas ketetapan Allah dan membiarkan keberadaan rasa sakit, walaupun ia merasakannya karena keridhaan menghilangkan deritanya disebabkan hatinya dipenuhi oleh ruh yakin dan ma’rifah. Bila ridha semakin kuat, ia mampu menepis seluruh rasa sakit dan derita. Hanya saja, Cuma mereka yang berma’rifah dan bermahabah saja yang dapat mencapai tingkatan ridha. Mereka bahkan dapat menikmati musibah yang menimpa karena mereka tahu bahwa musibah itu datang dari Dzat yang dicintainya.


Anas bin Malik meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda yang artinya “Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum Dia menguji mereka. Barangsiapa yang ridha niscaya ia akan mendapatkan ridhNya. Barangsiapa kesal dan benci niscaya ia akan mendapatkan murkaNya”. (HR. At-Tirmidzi)


Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya Allah menjadikan kesejahteraan dan kegembiraan pada yakin dan ridha; serta menjadikan kesusahan dan kesedihan pada keraguan, kekesalan dan kemurkaan”.


Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk tetap bersabar, tawakkal dan ridho dengan segala takdirNya....

Tiga Macam Zuhud

Tiga Macam Zuhud

Zuhud ada tiga macam; zuhud orang awam yaitu dengan meninggalkan yang haram, zuhud orang khosh dengan meninggalkan berlebih-lebihan dalam perkara halal, dan zuhud orang akhosh yaitu dengan meninggalkan segala sesuatu yang menyibukkan (memalingkan) dirinya dari Allah. [Jami’ al-Ushul fi al-Auliya’, hlm. 76]



Zuhud Dunia Dapat Mendamaikan Hati dan Badan

Tidak mudah tergiur dengan kenikmatan dan gemerlap dunia, akan menjadikan diri kita lebih nyaman sehingga diri tak tersiksa dan hati pun menjadi tenang. Sebaliknya, menuruti keinginan nafsu dan mencintai seluruh kesenangan duniawi menjadikan diri semakin tersiksa, hati menjadi tidak tenang karena takut kenikmatan dunia yang dimiliki menjadi sirna. Jika semua hal ini dapat kita pahami dengan baik, maka kita tidak akan mudah terbujuk oleh kepalsuan duniawi. Sebagaimana hal ini digambarkan dalam sabda Rasulullah SAW berikut:

“Zuhud akan membuat hati dan badan menjadi nyaman. Dan mencintai dunia semakin menambah kesedihan dan kesusahan.” [Faydhul Qodri, juz 4, hlm. 96]


Bahaya Cinta Dunia dan Rela Pada Kebodohan

Orang yang cinta harta benda menjadikan dirinya buta, tak kenal kawan, tak kenal keluarga. Harta lebih berharga baginya dibandingkan kawan dan keluarga yang dimilikinya. Demi harta, orang tersebut rela memutus tali persahabatan dan kekeluargaan karena cinta butanya pada dunia. Seringkali kita temui di masyarakat, perpecahan keluarga yang disebabkan perebutan harta warisan, atau lahan bisnis yang semuanya tak lain adalah bagian dari gemerlap kenikmatan dunia.


Sementara itu, ada juga orang-orang yang lebih memilih untuk mengedepankan harta ketimbang pendidikan. Mereka menganggap bahwa harta yang melimpah akan menjadi jaminan kebahagiaan di masa mendatang. Dan mereka lupa bahwa kenikmatan dunia yang mereka miliki, sewaktu-waktu dapat sirna dari genggaman mereka. Mereka juga lupa, bahwa harta melimpah tanpa diimbangi ilmu pengetahuan untuk mengelolanya, hanya akan menjadikan harta itu semakin menipis dan habis. Mereka lebih memiliki kaya harta, namun minim ilmu. Bukankah segala urusan baik urusan dunia maupun akhirat harus dipahami ilmunya?


Dua hal di atas, mementingkan kenikmatan dunia, dan merelakan keadaan yang minim ilmu adalah dua hal yang oleh Abu al-Hasan asy-Syadzili –salah seorang tokoh Thariqh Syadziliyah- dipandang sebagai hal yang sangat berbahaya yang dapat menjadikan seseorang itu celaka, sebagaimana disebutkan dalam kitab Jami’ al-Ushul fi al-Auliya’, hlm. 45.

Wallahu a'lam bish shawab

Thursday, December 15, 2022

Tak Perduli dengan Gengsi

Tak Perduli dengan Gengsi

Berikut ini adalah kisah menarik yang diutarakan oleh salah seorang santri Gus Dur, bernama Nuruddin Hidayat. Ia menceritakan pengalaman pribadinya tentang cermin ketawadhu'an Gus Dur. Suatu ketika, Gus Dur berkenan menghadiri undangan di daerah Tegal. Seperti biasa Gus Dur selalu didampingi pengawal dan sopir serta beberapa orang lain yang menemani perjalanan beliau. 


Perjalanan ini merupakan rangkaian dari beberapa undangan dari warga Nahdliyin kepada beliau untuk menghadiri acara Haul para Kiai dan acara PKB di daerah yang ketika itu dipimpinnya. 


Dari Jakarta kami ke Surabaya dan keliling ke beberapa daerah di Jawa Timur diteruskan ke Jawa Tengah. Dari Semarang kami melanjutkan ke daerah Tegal lewat jalan darat. Memang ada pengusaha yang menawarkan Helicopter untuk dipergunakan selama perjalanan oleh beliau. Namun dengan halus beliau menolaknya. 


Suatu ketika aku bertanya: "Pak, itu Pak... nawarin Heli kok dipun tolak?"

"Ra sah numpak Heli.. nanti kita lewat jalan darat saja sekalian mampir ziarah ke makam para ulama dulu yang tidak kamu kenal. Lha wong dia nyediain Heli karena ada maunya... ", ungkap Gus Dur. 


Lantas aku pun bertanya lagi, "Nyuwun sewu gadah kepentingan napa Pak?"

Gus Dur menjawab: "Oh dia lagi ada masalah, sekarang belum ada apa-apa tapi nanti bakalan diusut, dan jadi rame.."

"Oh.. ngaten to?", jawabku (Dan ternyata beberapa tahun kemudian memang pengusaha tersebut tersangkut masalah). 


Akhirnya rombongan kami pun sampai di kota Tegal dan langsung menuju ke lokasi acara di sebuah desa di selatan kota Tegal. Ribuan orang sudah memadati lapangan sejak pagi untuk mendengarkan tausiyah dari Gus Dur dalam acara Haul salah satu Kiai pendiri pesantren di Tegal. Seperti biasa ketika acara berlangsung aku pergi memisahkan diri dari rombongan jalan-jalan di seputar lokasi acara sambil melihat langsung kehidupan masyarakat desa. 


Selesai acara Haul, rombongan kami hendak kembali ke Jakarta dengan menggunakan Kereta Api dari stasiun Tegal. Hiruk-pikuk pun terjadi di stasiun Tegal. Semua pejabat di Tegal ikut mengantar keberangkatan beliau tak lupa juga kepala stasiunnya. Masyarakat yang tidak menduga kalau Gus Dur akan naik KA berebut ingin bersalaman hanya ingin ngalap "barokah" suatu hal yang biasa di masyarakat NU. 


Tiba waktunya kami berangkat di gerbong eksekutif yang sudah kami pesan duduk bersama para penumpang yang sudah naik terlebih dahulu dari kota-kota sebelumnya. 15 menit setelah kereta api berjalan Gus Dur panggil pengawal kalo mau tidur di bawah saja. Kami pun bingung, aku beranikan diri menjawab: 

"Pak nyuwun sewu ini di kereta Pak."

"Emang kenapa kalo di kereta? Din rakyat kecil kalo mau naik kereta itu pada tiduran di bawah, cepet ndang to digelari koran", jawab Gus Dur. 


Aku hanya terdiam mendengar jawaban beliau. Akhirnya kursi kami putar saling berhadapan dan di lantai kami gelari selimut. Dan dengan nikmatnya beliau tidur dan mendengkur tanpa memperdulikan status yang melekat pada dirinya (mantan Presiden RI). Kami pun akhirnya duduk di lantai KA dan mungkin karena sungkan para penumpang yang duduk dekat dengan kami akhirnya pada duduk di lantai mengobrol bersama dan di antaranya ada yang menitikkan air mata karena terharu melihat kerendahan hati beliau. 

SUDAHKAH IMAN KITA SEMPURNA?

SUDAHKAH IMAN KITA SEMPURNA?

Orang yang imannya sempurna, ketika melakukan suatu ibadah ia tidak pernah bergantung pada orang lain. Ia tidak senang ketika dipuji, juga tidak merasa takut dicela. Ada orang maupun tidak ada orang, ibadahnya tetap sama. Ia tetap istiqomah dalam beribadah. Berbeda dengan kebanyakan manusia saat ini. Ketika sholat sendirian, ia sholat dengan sangat cepat, hingga hilang tuma'ninahnya, bacaan suratnya juga cukup Qulhu saja. Sedangkan ketika shalat bersama calon mertua, dikhusyuk-khusyukan, baca surat yang panjang-panjang. Yang diharapkan bukan lagi ridha Allah, tapi ridha calon mertua. 




Orang yang di dalam melaksanakan ibadah masih ingin dilihat atau mengharapkan pujian dari manusia, iman orang yang demikian ini masih belum sempurna. Sebab dalam beribadah dia masih membedakan ibadahnya antara ada manusia dan ketika tidak ada manusia. 


Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah sempurna iman seseorang sehingga dia beranggapan bahwa adanya manusia di sampingnya sama halnya dengan adanya unta ketika menyaksikan amal perbuatannya. Selama dia masih membedakan keduanya, maka dia bukanlah orang yang ikhlas."


Dua Tanda Ikhlas

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa tanda ikhlas adalah: Pertama, merasa gembira di saat beramal baik ketika sendiri maupun ketika bersama dengan orang banyak. Kedua, walaupun bersama dengan orang banyak, tidak menimbulkan maksud lain dalam hati, sama halnya ketika bersama hewan. 


Oleh karena itu, selama manusia masih membedakan ketika dilihat hewan dengan dilihat manusia, maka dia telah keluar dari kemurnian ikhlas. Ia telah mengotori hatinya dengan penyakit syirik khofi. Syirik khofi ini sangat samar seolah-olah perbuatan ibadahnya diridhai Allah SWT, akan tetapi pada kenyataannya tidak memperoleh apa-apa, bahkan bisa jadi kemurkaan Allah yang didapatkan. Halusnya syirik khofi dalam hati manusia diibaratkan para ulama dengan semut hitam yang merayap di atas batu hitam di malam yang gelap gulita. 


Maka suatu keharusan bagi seseorang yang ikhlas dalam melakukan suatu amal ibadah menganggap sama antara pujian dan cacian orang lain. Artinyaa pujian manusia ketika dia melakukan amal ibadah tidak akan menggembirakannya. Sebaliknya pula ketika semua orang mencacinya dalam hal ibadahnya kepada Allah sama sekali dia tidak merasa kecewa ataupun susah hatinya. Sebab orang yang beramal hanya semata-mata karena Allah SWT (ikhlas) dia sudah tidak menghiraukan pujian dan tidak akan memperdulikan cacian dari orang lain dalam melaksanakan perintah agama. Orang yang ikhlas mempunyai keyakinan apa yang dikatakan orang lain baik itu suatu hal yang baik ataupun yang buruk seperti angin yang berlalu. 


Sifat Dasar Manusia

Memang sifat dasar dari manusia suka dipuji ketika melakukan suatu kebaikan akan tetapi hal yang demikian ini tidak boleh kumantil dalam hati hingga mengesampingkan suatu hal yang pokok yakni ridha Allah semata. Demikian pula ketika seseorang dicaci orang lain secara manusiawi dia akan merasa marah dan tidak terima, tapi hal yang demikian juga tidak boleh berlarut-larut disimpan dalam hati, harus segera ingat bahwa tujuan yang dituju hanya Allah SWT bukan manusia. 


Memang hampir tidak ada ibadah yang dilakukan seorang Muslim bisa benar-benar bersih dari harapan-harapan dunia. Namun ini bukanlah alasan untuk tidak memperhatikan keikhlasan. Ingatlah bahwa Allah senantiasa menyayangi hamba-Nya, selalu memberikan rahmat kepada hamba-Nya dan senang jika hamba-Nya kembali pada-Nya. Allah senantiasa menolong seorang muslim yang berusaha mencari keridhoan-Nya. 


Mari tetap berusaha dan berlatih untuk menjadi orang yang ikhlas. Salah satu cara untuk ikhlas adalah menghilangkan ketamakan terhadap dunia dan berusaha agar hati selalu terfokus kepada janji Allah, bahwa Allah akan memberikan balasan berupa kenikmatan abadi di surga dan menjauhkan kita dari neraka. Selain itu, berusaha menyembunyikan amalan kebaikan dan ibadah agar tidak harapan dalam hati untuk dilihat dan didengar orang. 


Imam Al-Ghazali mengatakan: "Setiap manusia akan binasa kecuali orang yang berilmu, dan orang yang berilmu akan binasa kecuali yang beramal (dengan ilmunya), dan orang yang beramal juga binasa kecuali yang ikhlas (dalam amalnya). Akan tetapi, orang yang ikhlas juga tetap harus waspada dan berhati-hati dalam beramal. 

Badan Otonom

Muslimat NU
Read More
GP Ansor
Read More
Fatayat NU
Read More
IPNU
Read More
IPPNU
Read More
PMII
Read More
Jatman
Read More
JQH NU
Read More
ISNU
Read More
PSNU PN
Read More

Lembaga

LP Ma'arif NU
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama
RMINU
Rabithah Ma'ahid al-Islamiyah Nahdlatul Ulama
LBMNU
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
LESBUMI
Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia
LAZISNU
Amil Zakat Infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama
LTNNU
Lembaga Ta'lif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama
LAKPESDAM
Kajian Pengembangan Sumber daya
LDNU
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama
LPBINU
Penanggulangan Bencana Perubahan Iklim
LTMNU
Lembaga Ta'mir Masjid Nahdlatul Ulama
LKKNU
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama
LFNU
Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama
LPBHNU
Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama
LPNU
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama
LPPNU
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama
LKNU
Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama
LPTNU
Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama
LTN NU
Lembaga Infokom dan Publikasi Nahdlatul Ulama
LWPNU
Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-