Thursday, December 15, 2022

Tak Perduli dengan Gengsi

Berikut ini adalah kisah menarik yang diutarakan oleh salah seorang santri Gus Dur, bernama Nuruddin Hidayat. Ia menceritakan pengalaman pribadinya tentang cermin ketawadhu'an Gus Dur. Suatu ketika, Gus Dur berkenan menghadiri undangan di daerah Tegal. Seperti biasa Gus Dur selalu didampingi pengawal dan sopir serta beberapa orang lain yang menemani perjalanan beliau. 


Perjalanan ini merupakan rangkaian dari beberapa undangan dari warga Nahdliyin kepada beliau untuk menghadiri acara Haul para Kiai dan acara PKB di daerah yang ketika itu dipimpinnya. 


Dari Jakarta kami ke Surabaya dan keliling ke beberapa daerah di Jawa Timur diteruskan ke Jawa Tengah. Dari Semarang kami melanjutkan ke daerah Tegal lewat jalan darat. Memang ada pengusaha yang menawarkan Helicopter untuk dipergunakan selama perjalanan oleh beliau. Namun dengan halus beliau menolaknya. 


Suatu ketika aku bertanya: "Pak, itu Pak... nawarin Heli kok dipun tolak?"

"Ra sah numpak Heli.. nanti kita lewat jalan darat saja sekalian mampir ziarah ke makam para ulama dulu yang tidak kamu kenal. Lha wong dia nyediain Heli karena ada maunya... ", ungkap Gus Dur. 


Lantas aku pun bertanya lagi, "Nyuwun sewu gadah kepentingan napa Pak?"

Gus Dur menjawab: "Oh dia lagi ada masalah, sekarang belum ada apa-apa tapi nanti bakalan diusut, dan jadi rame.."

"Oh.. ngaten to?", jawabku (Dan ternyata beberapa tahun kemudian memang pengusaha tersebut tersangkut masalah). 


Akhirnya rombongan kami pun sampai di kota Tegal dan langsung menuju ke lokasi acara di sebuah desa di selatan kota Tegal. Ribuan orang sudah memadati lapangan sejak pagi untuk mendengarkan tausiyah dari Gus Dur dalam acara Haul salah satu Kiai pendiri pesantren di Tegal. Seperti biasa ketika acara berlangsung aku pergi memisahkan diri dari rombongan jalan-jalan di seputar lokasi acara sambil melihat langsung kehidupan masyarakat desa. 


Selesai acara Haul, rombongan kami hendak kembali ke Jakarta dengan menggunakan Kereta Api dari stasiun Tegal. Hiruk-pikuk pun terjadi di stasiun Tegal. Semua pejabat di Tegal ikut mengantar keberangkatan beliau tak lupa juga kepala stasiunnya. Masyarakat yang tidak menduga kalau Gus Dur akan naik KA berebut ingin bersalaman hanya ingin ngalap "barokah" suatu hal yang biasa di masyarakat NU. 


Tiba waktunya kami berangkat di gerbong eksekutif yang sudah kami pesan duduk bersama para penumpang yang sudah naik terlebih dahulu dari kota-kota sebelumnya. 15 menit setelah kereta api berjalan Gus Dur panggil pengawal kalo mau tidur di bawah saja. Kami pun bingung, aku beranikan diri menjawab: 

"Pak nyuwun sewu ini di kereta Pak."

"Emang kenapa kalo di kereta? Din rakyat kecil kalo mau naik kereta itu pada tiduran di bawah, cepet ndang to digelari koran", jawab Gus Dur. 


Aku hanya terdiam mendengar jawaban beliau. Akhirnya kursi kami putar saling berhadapan dan di lantai kami gelari selimut. Dan dengan nikmatnya beliau tidur dan mendengkur tanpa memperdulikan status yang melekat pada dirinya (mantan Presiden RI). Kami pun akhirnya duduk di lantai KA dan mungkin karena sungkan para penumpang yang duduk dekat dengan kami akhirnya pada duduk di lantai mengobrol bersama dan di antaranya ada yang menitikkan air mata karena terharu melihat kerendahan hati beliau. 

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-