Dikisahkan, ada seorang ulama besar namanya Manshur bin Ammar. Orang-orang di daerahnya sangat mencintai dan mengagumi beliau. Sampai-sampai kalau beliau membuka majlis pengajian, semua toko tutup dan pasar sepi. Karena mereka tahu keutamaan majlis dzikir dan ilmu yang diadakan oleh Syaikh Manshur bin ‘Ammar.
Di daerah tersebut ada sebuah rumah yang semua penghuninya adalah pelaku maksiat. Mereka memiliki kebiasaan mabuk, judi dan main perempuan. Di rumah itu, ada seorang budak yang tiap hari selalu menyaksikan majikannya selalu bermaksiat kepada Alloh.
Pada hari itu, majikan memerintahkan budaknya untuk pergi berbelanja di pasar.
“Hai budak, ini ada uang 4 dinar. Pergilah ke pasar, belanja! Segera setelah belanja, kamu harus segera pulang! Sebagaimana kewajibanmu seorang pembantu.” Perintah sang majikan.
Ketika budak tadi sampai di pasar, dilihatnya pasar sangat sepi. Lihat sini-sana tutup semua. Kemudian ia bertanya kepada pemuda yang tergesa-gesa ingin ke suatu tempat.
“Maaf, saya ingin bertanya. Pasar ini kapan bukanya?” tanya si budak.
“Kalau sekarang ini pasar tutup. Semua orang datang ke majlisnya Manshur bin ‘Ammar.” Jelas pemuda tadi.
“Siapa dia?” tanya budak lagi.
“Dia adalah seorang ulama besar di daerah ini.” Jelas si pemuda.
“Terus, bagaimana ini? Saya diperintahkan majikan saya untuk belanja.”
“Tunggu saja sampai buka.”
“Nanti telat, saya dimarahi.” Keluh si budak.
“Ya tidak ada lagi toko yang buka.”
“Majlis Manshur bin ‘Ammar itu khusus atau semua orang boleh ikut?” tanya budak itu lagi.
“Semua orang bisa ikut.” Jawab pemuda tersebut.
Budak tadi berpikir, daripada menunggu di pasar tidak ada yang dikerjakan, lebih baik hadir ke majlis saja. Berangkatlah ia ke majlisnya Manshur bin ‘Ammar di masjid yang berlikasi di jantung kota. Sampai di sana ia duduk di barisan paling belakang, agar bisa cepat pulang dan berharap di perjalanan pulang menjumpai toko yang sudah buka.
Manshur bin ‘Ammar menyampaikan ceramah yang amat menyentuh, sehingga membuat sebagian jamaah yang mendengarkan meneteskan air mata. Selesai ceramah, ada satu orang yang hadir membisiki beliau. Setelah dibisiki, beliau berkata, “Ya ya, saya umumkan.”
“Hai para hadirin, siapa yang pagi ini sudah punya uang 4 dinar dan bersedia disedekahkan? Maka dia akan mendapatkan 4 doa dariku. Yang insyaAlloh mustajab.” Manshur bin ‘Ammar dengan suara lantang.
Hadirin yang hadir menoleh ke kanan dan ke kiri, sambil bertanya, “Kamu bawa?”
“Tidak.”
“Lha kamu?”
“Juga tidak.”
Secara kebetulan, mereka semua tidak ada yang bawa. Budak tadi merogoh sakunya, pas ada uang 4 dinar. Dia berpikir, kalau diberikan dia akan mendapatkan 4 doa mustajab. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Tapi dengan resiko, majikannya pasti akan marah besar.
Akhirnya budak tadi memutuskan untuk maju menyerahkan 4 dinar yang dia bawa, meskipun itu sebenarnya bukan uangnya. Setelah diterima oleh Syaikh Manshur, uang tersebut diberikan kepada orang yang membisikinya. Kemudian orang tersebut pergi beranjak dari majlis untuk menyelesaikan kebutuhannya. Manshur bin ‘Ammar kemudian menanyakan kepada si budak, apa 4 doa yang diinginkannya.
“Yang pertama, saya punya majikan, dia dan seluruh keluarganya ahli maksiat. Saya minta didoakan agar semuanya matu bertaubat.”
Kemudia Syaikh Manshur mengangkat tangannya,
“Ya Alloh, berkat majlis ini semoga majikan orang ini ditaubatkan ke jalan Alloh. Menjadi orang yang cinta dan dicintai oleh Alloh.”
“Amin.” Jawab hadirin serentak.
“Apa doa yang kedua?” tanya Syaikh Manshur.
“Saya ini seorang budak, saya ingin merdeka.”
“Ya Robb, orang yang ada di depan ini adalah seorang budak. Semoga segera dibebaskan oleh majikannya.”
“Amiin.” Jawab hadirin serentak.
“Yang nomer tiga?” tanya beliau lagi.
“Saya ingin mendapat rejeki 4 dinar, untuk membayar hutang.”
“Lha itu tadi uang siapa?”
“Itu uang majikan saya.”
“Kok tadi tidak bilang?”
“Maaf, sudah terlanjur saya berikan.”
“Ya sudah. Ya Alloh berikanlah rejeki 4 dinar kepada budak ini untuk membayar hutangnya.”
“Amiin.” Jawab hadirin serentak.
“Yang terakhir apa doanya?”
“Yang terakhir saya minta untuk Alloh mengampunin saya, Anda dan semua yang hadir di sini.”
“Ya Alloh ampunilah aku, lelaki itu dan semua yang hadir di majlis ini.”
Majlis pengajian pun bubar. Budak itu pulang ke rumah majikannya dengan perasaan takut. Karena dia harus mempertanggungjawabkan uang 4 dinar kepada majikannya. Meskipun diberi 4 doa, tapi kalau dihajar oleh majikannya, ya babak belur sekujur tubuhnya.
Sampai di rumah, majikannya langsung marah-marah, karena datangnya saja sudah telat.
“Hei, budak dari mana kau?” bentak majikannya.
“Dari pasar.”
“Bukankah kau berangkat sejak pagi? Kenapa baru pulang siang begini?”
“Pasarnya tutup”
“Lha terus?”
“Mau nggak saya hadir majlis. Di situ ada majlis pengajian yang dipimpin oleh Manshur bin ‘Ammar.”
Aneh, mendengar nama itu hati si majikan serasa berdesir.
“Siapa Manshur bin ‘Ammar?”
“Kurang tahu. Pokoknya dia memimpin satu majlis pengajian. Orang-orang berbondong mendatanginya sampai pasar tidak buka.”
“Terus, apa yang kamu lakukan?”
“Saya menunggu di situ. Saya sudah niat mau belanja setelah majlis selesai. Tetapi Manshur bin ‘Ammar mengumumkan barangsiapa punya 4 dinar akan aku berikan 4 doa.”
“Kamu serahkan uang saya ya?”
“Ya. Tapi insyaAlloh berkahnya kembali ke Anda.”
“Aku tidak peduli. Uangku mana? Belanjaku mana?”
“Tapi doa itu diamini ribuan orang yang hadir di majlis yang dipimpin oleh Manshur bin ‘Ammar.”
Majikannya tiba-tiba terdiam sejenak.
“Ada doamu?” tanya si majikan.
“Yang pertama, saya minta semoga majikanku ditaubatkan oleh Alloh.”
“Kamu meminta itu di majlis?” majikan seperti tidak percaya.
“Ya. Saya terus terang sudah sumpek melihat Anda setiap hari berkubang maksiat. Aku berharap Anda mau bertaubat.”
Majikannya meneteskan air mata. Haru hatinya mengetahui budaknya memiliki perhatian terhadap dirinya.
“Kamu ingin aku bertaubat?”
“Iya. Saya takut Anda mati dalam keadaan masih seperti ini.”
Seketika majikannya bersujud, menangis dan berkata,
“Ya Alloh, saya bertaubat. Astaghfirullahal ‘adzhiim.”
Setelah tangisnya reda, majikan bertanya lagi, “Terus doamu yang kedua apa?”
“Saya minta untuk Alloh memberi kemudahan saya menjadi orang bebas. Saya sudah lama jadi budak.”
“Karena engkau meminta doa untuk kebaikanku, maka aku akan berbuat baik kepadamu. Engkau aku bebaskan di jalan Alloh.”
“Kemudian apa yang ketiga?”
“Ketiga, saya meminta supaya dapat 4 dinar untuk mengganti milik Anda.”
“Uang 4 dinar itu aku hadiahkan untukmu. Kamu sudah tidak berhutang lagi.”
“Terus doamu yang terakhir apa?” tanya majikan lagi.
“Saya meminta Alloh mengampuni Anda, saya, Manshur bin ‘Ammar dan orang yang hadir di majlis tersebut.”
“Kalau ini saya tidak ikut-ikut.”
“Terus bagaimana?” tanya si budak.
“Ya sudah. Tiga hal sudah aku lakukan. Yang keempat kita bersama-sama meminta kepada Alloh. Kamu silahkan pergi kemanapun. Kamu sudah bebas.”
Majikan itu lantas menemui istrinya. Menceritakan peristiwa yang baru saja dialami sambil menangis. Satu keluarga itu akhirnya bertaubat atas semua kemaksiatan yang biasa mereka lakukan.
Beberapa hari kemudian, si majikan itu bermimpi mendengar ada suara yang berkata,
“Tiga permintaan kau berikan dan aku Cuma satu permintaan tidak aku berikan. Kamu sangka dirimu lebih dermawan dari Aku? Ketahuilah Aku mengampuni dosamu, dosa budakmu, Manshur bin ‘Ammar dan yang hadir di majlis itu.”
Saat terbangun, dia merasakan kegirangan dengan apa yang didenar dalam mimpinya. Sebuah isyarat bahwa Alloh mengabulkan doa keempat. Dia segera mencari bekas budaknya untuk mengabarkan isi mimpinya.
[sumber: Manhaj As-Sawiy hlm 171 atau Al ‘Ilmiyyah hlm 158]
(…)
Kisah ini mengingatkan kita, betapa dahsyatnya doa yang dipanjatkan di majlis imu dengan diamini oleh banyak orang.