Sunday, January 22, 2023

Al Maghfurlah KH. Ahmad Abdul Hamid, Kendal - Jawa Tengah

Pencetus Kalimat Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwaamith Thariiq


Beliau bernama lengkap KH. Ahmad Abdul Hamid bin KH. Abdul Hamid Qendali. Lahir pada tahun 1915 M di Kota Kendal, sebuah kota kabupaten sekitar 25 km dari kota Semarang. Ayahnya, KH. Abdul Hamid adalah seorang Kiai besar di Jawa Tengah kala itu. Namanya cukup tersohor di mana-mana, terutama di kalangan pesantren di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan keberhasilan KH. Abdul Hamid Qendali dalam menyusun berbagai kitab berbahasa Arab. Suatu bakat yang dikemudian hari menurun pada putranya yaitu KH. Ahmad Abdul Hamid.


Pada masa kelahiran Kiai Ahmad ini, bangsa Indonesia sedang gandrung-gandrungnya membuat suatu kelompok atau organisasi, baik yang bersifat keagamaan, sosial, ekonomi maupun politik. Semisal di tahun 1912 M lahiriah organisasi Muhammadiyah. Kemudian pada tahun 1918 M, lahir Nahdlatut Tujjar, yang konon merupakan cikal bakal dari organisasi NU, organisasi terbesar di negeri nan elok ini. 


Selanjutnya pada tahun 1920-an berturut-turut, bermunculan organisasi-organisasi atau pergerakan-pergerakan, dengan berubahnya SDI (Sarekat Dagang Islam) menjadi Sarekat Islam (SI), lahirnya NU (Nahdlatul Ulama) 1926 dan kemudian lahirlah peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928.


Latar belakang sejarah itu turut membentuk pribadi Ahmad sebagai seorang aktivis sejak usia remaja. Apalagi orang tuanya selalu mendorong dan menempa diri Ahmad agar gayeng berkiprah pada organisasi. Tak heran jika kemunculan GP Ansor di daerahnya pun misalnya, tak terlepas dari jasa Ahmad muda kala itu. 


Selepas SD, Ahmad lalu masuk Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Kendal. Setelah itu, beliau melanjutkan pendidikan ke berbagai pondok pesantren. Diawali dengan nyantri di PP. Rembang asuhan KH. Kholil bin KH. Harun selama dua tahunan. Kemudian beliau berpindah ke PP. Tebuireng, di bawah asuhan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari. Rasa hausnya akan ilmu tak berhenti disitu, beliau melanjutkan Tholabul Ilmi di PP. Jamsaren Solo, di bawah asuhan KH. Idris. 


Masih merasa belum cukup, beliau lalu melanjutkan ke Pesantren Buntet, Cirebon di bawah naungan KH. Abbas. Rupanya kehausan akan ilmu tak cukup berhenti di situ, tercatat KH. Ahmad juga pernah mengenyam pendidikan di Kota Suci Makkah. 


Ceritanya ketika beliau menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya, pada siang hari di samping mengajar di Madrasah Indonesia asuhan KH. Abdul Jalil Al Muqaddasi, malam harinya gantian beliau yang bertholabul 'ilm di madrasah tersebut. 


DA'I DAN PENULIS PRODUKTIF

Di samping sebagai Pengasuh Pondok Pesantren "Al Hidayah" yang letaknya hanya sekitar 400m dari rumahnya, beliau juga sebagai Ad-Da'i ilallah dan Imam Besar Masjid Kabupaten Kendal. Beliau rutin mengasuh pengajian tiap ba'da Shubuh di hari Jum'at dengan berpegang pada Kitab Risalatul Mu'awanah. 


Sisi lainnya ternyata beliau juga penggagas dan pendiri "Sarasehan Anjangsih" yaitu suatu majelis pengajian bulanan bagi para pejabat di Kabupaten Kendal. Tak tanggung-tanggung bahkan di usianya yang menginjak ke-75 tahun, seusianya beliau melakukan kegiatan senam jantung sehat, beliau langsung bertolak ke Semarang untuk memberikan pengajian rutin yang beliau dirikan sejak tahun 1939 itu secara istiqomah. 


Dalam keseharian KH. Ahmad bin Abdul Hamid, jiwa dan waktunya beliau dedikasikan sepenuhnya untuk mengabdikan dirinya pada agamanya dan juga pada ummat (masyarakat). Hampir-hampir seluruh daerah di Jawa Tengah pernah beliau jangkau dalam mengembang risalah dakwah. Mulai dari kalangan rakyat jelatah hingga pejabat pemerintahan. Semua dapat dipastikan mengenal dan merasakan kedekatannya dengan sosok Kiai yang dapat ngemong semua kalangan tersebut. 


Di tengah kesibukannya membimbing ummat, Kiai Ahmad masih bisa meluangkan waktu untuk menulis. Beliau bahkan termasuk seorang penulis yang produktif. Ada sekitar 25 karya tulis beliau yang tertulis dalam bahasa Jawa Pegon. 


Karya-karya tulis Kiai Ahmad tersebut meliputi bidang aqidah, sejarah Islam, syari'ah ke-NU-an dan tuntunan-tuntunan dakwah. Kitab-kitab beliau banyak yang diberikan kata sambutan oleh pejabat-pejabat tinggi negara, diantaranya Gubernur Jawa Tengah saat itu, Pangdam Diponegoro, Menteri Agama, bahkan Jaksa Agung pun juga pernah, ini sebagai bukti betapa dekatnya beliau dengan para umaro'. 


JAGO OLAHRAGA

Mungkin tidak ada yang mengira bahwa KH. Ahmad Abdul Hamid mempunyai kegemaran dalam bidang orang. Bahkan, beliau merupakan sosok olahragawan. Rasanya sangat sulit memadukan dua dunia yang amat berbeda itu, dunia ulama' dan olahraga. Tercatat sejak nyantri di Pondok Rembang, Ahmad muda sudah tenar sebagai "jagoan" dalam urusan menendang bola. Suatu ketika di tahun 1934, beliau menyandang ban kapten bagi sebuah klub pesepakbola asal Kendal. Bahkan hobinya mengolah si kulit bundar ini tetap dipertahankan hingga usianya merambah senja. 


Pernah suatu ketika dalam sebuah event bertajuk memperingati hari Pahlawan di bulan November tahun 1979, Kiai Ahmad bersama tim veterannya mampu 'mempermalukan' kesebelasan Pemda Kendal dengan skor telak 5-1, uniknya beliau tampil membuat Quatrick dengan memasukkan 4 gol ke gawang kesebelasan Pemda Kendal. Padahal usianya saat itu sudah 64 tahun. 


Belum berhenti disitu, ulama yang sudah bercucu ini masih merawat kebugaran tubuhnya dengan berenang, jogging dan jalan cepat. Setiap pagi usai sholat Shubuh beliau jalan sehat dengan mengelilingi Kota Kendal, bahkan terkadang beliau selingi dengan jalan-jalan ke pedesaan hingga 4-5km dari Kota Kendal. Beliau juga tercatat sebagai anggota klub Jantung Sehat. Sangking getolnya menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya, beliau tak pernah absen untuk menjadi peserta gerak jalan sehat di kotanya. 


Diantaranya tercatat ketika HUT PWI 1982 di Semarang, Hari Rumpun Diponegoro 1985 di Kendal, Maraton Veteran di Salatiga dan terakhir 4 September 1986 dalam acara Proklamator II dengan jarak tempuh sekitar 5km. Maka bisa dimaklumi jika pada tanggal 4 September 1985 tatkala kota kabupaten ini dilewati Api PON, Bupati Kendal yaitu Bpk. Sudomo Yusuf, BA mempercayai dan mengapresiasi Kiai Ahmad sebagai pembawa Api PON XI sejauh kurang lebih 1km dengan mengambil start dari Pendopo Kab. Kendal. 


PERJUANGANNYA SEBAGAI TOKOH NU

Kiai Ahmad Abdul Hamid pernah diamanahi sebagai Ketua Umum MUI Jawa Tengah. Saat itu, beliau berjuang menemui Pimpinan DPR/MPR RI (tahun 1989) untuk memberi dorongan dan mendesak pemerintah agar segera mengesahkan UU Peradilan Agama. Bahkan beliau menyerukan kepada ummat Islam kala itu untuk melaksanakan sholat hajat untuk meminta kepada Allah agar keinginan ummat Islam dikabulkan. 


Selain mengemban amanah jabatan keagamaan, beliau juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kendal dari Partai NU (1951-1971) bersamaan dengan itu beliau juga menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Kendal (1951-1973). 


Semangat perjuangan Kiai Ahmad ini, memang telah tertanam sedari beliau masih kecil, apalagi kiprahnya bersama NU yang sudah mendarah daging. Beliau sendiri mengaku sejak kecil sudah menjadi NU tulen. Kariernya bersama NU semenjak beliau gabung di ranting NU, terus ke MWC hingga melaju sampai di Wilayah. Beliau kemudian menjadi Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, lalu menjadi Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, dan tepat pada tahun 1980 beliau menjabat sebagai Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan Katib KH. Sahal Mahfudh), terakhir beliau diamanahi sebagai Mustasyar PBNU hasil Muktamar Krapyak, Yogyakarta. Kiai Ahmad juga pernah tergabung dalam Barisan tentara Hizbullah di bawah komando Munawwir Syadzali (mantan Menteri Agama) semasa Kemerdekaan RI. 


Kiai Ahmad lah yang mempopulerkan kalimat "wallahul muwafiq ilaa aqwamith thariiq & billahit taufiiq wal hidayah" sebagai kalimat penutup di akhir pidato. Kalimat penutup pidato dan surat-menyurat khas warga NU sebelum salam penutupan. Yang arti harfiahnya: "Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya."

Awalnya, beliau hanya mempopulerkan kalimat "Billahit Taufiiq wal Hidayah". Namun, karena kalimat itu kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan ummat Islam, maka ia merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi. Untuk itu beliau kemudian menciptakan istilah baru yaitu, "Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwaamith Thariiq" yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non NU. Sayangnya ummatnya harus meratap kesedihan tatkala beliau menghadap Sang Kholiq pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. Wallahu a'lam bish showwab. Al Fatihah


Sumber: Jejak Sholihin/Media Ummat/ 11 Rojab 1436 H


Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-