Khidmat untuk NU dari Kota Pendekar hingga Kota Pahlawan
Haji Mansur lahir di Kabupaten Madiun, pada tanggal 11 Januari 1959. Merupakan sosok penggerak Nahdlatul Ulama (NU) sejak kecil, dan kiprahnya hingga kini masih terus terukir.
H. Mansur menyelesaikan program belajarnya pada tingkat PGA-NU di Kabupaten Madiun dan pertama kali mengikuti jenjang pengkaderan Makesta atau Masa Kesetiaan Anggota.
Semasa sekolah dahulu, H. Mansur banyak menghabiskan waktunya dengan berorganisasi di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) di Madiun (saat itu kepengurusan NU Kota & Kabupaten Madiun masih merger) dan menjadi wakil ketua. Sebuah jabatan yang cukup strategis untuk mengawali sepak terjangnya di NU.
Pada saat menjabat di IPNU Madiun, H. Mansur bersama dengan tim pengurus banyak melakukan kegiatan yang bergerak di ranah pelajar, salah satunya adalah Porseni tingkat Madiun Raya pada tahun 1976-an di daerah Pagotan.
Di usia IPNU yang terbilang cukup muda ini, pengurus IPNU Madiun termasuk H. Mansur ini berhasil membuat gebrakan baru untuk menunjukkan potensi organisasi pelajar ini. IPNU bahkan sudah mampu membuat event yang cukup bergengsi pada era itu.
Porseni IPNU Madiun ini berisi lomba-lomba untuk diikuti para pelajar, yaitu lomba catur, ping-pong, volly, dan cabang lomba lainnya. Pada saat itu, H. Mansur juga menjadi salah satu peserta lomba dan mendapatkan juara 1 lomba catur. Suatu prestasi yang sangat membanggakan.
Selain mengadakan Porseni, salah satu prestasi IPNU Madiun adalah menciptakan Hymne IPNU-IPPNU.
“Dulu juga menciptakan satu Hymne, liriknya begini: IPNU IPPNU ingat kewajibanmu...,” ujar H. Mansur saat diwawancarai oleh tim LTN-NU Kota Madiun.
Jejak perjuangan H. Mansur bersama dengan tim pengurus tentu tidak berhenti sampai disitu saja. Meskipun saat setelah lulus dari PGA-NU, H.Mansur terpaksa harus pindah domisili ke Surabaya untuk belajar dan bekerja.
Dengan berbekal kehidupan ala aktivis IPNU, H. Mansur sempat menjadi pengurus mushola pada tahun 1982. Kemudian karena sifat kepemimpinannya yang sudah terlatih, H. Mansur diamanahi untuk menjadi Ketua Ranting NU Pakis pada tahun 1986 – 1990.
Kiprahnya di NU ternyata masih terus berlanjut. Pada tahun 1990, H. Mansur dijadikan sebagai Ketua LDNU Kecamatan Sawahan.
Tuntas menjadi Ketua LDNU, H. Mansur melanjutkan khidmahnya menjadi Ketua MWC-NU Kecamatan Sawahan, dan pada saat itu menerima tanah wakaf untuk Kantor MWC-NU. Salah satu perjuangan hingga akhirnya NU di Kecamatan Sawahan memiliki kantor yang masih berdiri hingga sekarang.
Selain itu, H. Mansur juga menjadi Ketua Lembaga Sosial Mabarot Surabaya. Salah satu program kerja yang cukup membanggakan adalah H. Mansur mampu menahkodai lembaga sosial tersebut dalam program bantuan susu balita dari Perusahaan Jepang sebanyak 48.000 kaleng.
Jejak perjuangannya memang tidak cukup berhenti disini saja, pada tahun 1999 H. Mansur menjadi bendahara salah satu partai politik dan berkesempatan untuk andil dalam Pemilu.
Keberanian dan kegigihannya di dunia politik terus bertambah, hingga pada tahun 2004 maju untuk menjadi anggota dewan. Tepat tahun 2009, H. Mansur memutuskan untuk berhenti dan ingin anaknya turut berkiprah di dunia politik.
Diantara sejumlah perannya di organisasi dan masyarakat, tentu masih ada banyak lagi prestasi dan jejak H. Mansur yang ada. Bahkan, di usia sekarang ini H. Mansur masih selalu aktif membina anak-anak muda untuk terus berdakwah ala ulama NU.
“Sebagai kader NU, ya tempatkan dirimu itu seorang kader yang terbaik. Milenial harus paham keadaan dan kondisi sekarang ini. Kader NU harus bisa menjadikan setiap lini jabatan sebagai media dakwah. Ingat, jangan menutup diri,” pungkasnya menyulut semangat para generasi muda.***
📝 (Intan Gandhini )
📷 (doc. H. Mansur)