Sunday, February 12, 2023

Ibnu Aqil : Saat Wafat Hanya Tinggalkan Kitab dan Pakaian Melekat

Nama lengkap beliau adalah Abu Al Wafa' Ali bin Aqil bin Muhammad Al Baghdadi Al Hanbali. Dia adalah seorang imam, ulama yang ilmunya diibaratkan seperti laut. Dia kelahiran Aleppo pada tahun 698 dan wafat pada tahun 769 H dan pernah menjabat sebagai penghulu besar di Mesir. Karya tulisnya banyak, tetapi yang terkenal adalah Syarah Alfiyah.



SILSILAH IBNU AQIL
Dalam biografinya, Ibnu Aqil mengungkapkan sebuah kisah tentang keluarganya. Selain karena memang sejak dini diajarkan tentang segala ilmu pengetahuan dan ketrampilan, ia dikelilingi oleh orang-orang yang berpengetahuan luas dengan kecakapan yang sangat baik. Menurut Ibnu Aqil, dari keluarga ayah, semuanya dikenal sebagai tokoh di dunia penulisan. Baik dalam bidang kesekretariatan, penulisan puisi, dan kajian sastra.

Ia mencontohkan kakeknya yang bernama Muhammad Ibni Aqil. Ibnu Aqil menyatakan, Muhammad Ibnu Aqil, merupakan sekretaris Baha al Dawlah yang berkuasa pada 998 hingga 1012 Masehi. Dialah satu-satunya orang yang membuat dekrit atau surat keputusan yang memerintahkan pemakzulan khalifah Al Thai, yang berkuasa pada 974-991 Masehi.

Kemudian, Muhammad Ibnu Aqil ini juga menasbihkan Al-Qadir sebagai seorang khalifah. Sedangkan ayah Ibnu Aqil, dikenal sebagai seorang ahli debat yang paling terampil dan paling baik dalam mengucapkan dan mempertahankan argumen-argumen hukum fikih. Selain itu, ayah Ibnu Aqil dikenal pula sebagai sosok yang berpengetahuan luas soal agama. Sedangkan dari garis ibu, Ibnu Aqil merupakan keturunan Al Zuhri, seorang ahli ilmu kalam dan ulama fiqih yang bermadzhab Hanafi. Berada dalam lingkungan seperti itu, membuat Ibnu Aqil sejak belia telah mendapatkan akses pendidikan. Pengetahuan tentang hukum dan ilmu kalam juga akhirnya menarik minat Ibnu Aqil. Termasuk, kepandaiannya dalam berceramah.

KELUASAN ILMU IBNU AQIL
Sejak belia sudah akrab dengan ilmu. Di kemudian hari, dengan berkah kecerdasannya, lelaki kelahiran Baghdad, Iraq, ini menjadi cendekiawan mumpuni. Ia pun menguasai kajian sastra dan memiliki kefasihan berbicara. Ia merupakan seorang yang andal dalam berceramah. Dari tangannya sejumlah karya, terutama mengenai hukum dengan madzhab Hambali. Namun, pada masa selanjutnya, pemikiran dan pandangannya lebih cenderung rasional. Ini menyebabkan sejumlah kalangan menolaknya. Sebab, pada mass itu kelompok tradisional lebih dominan. Misalnya, pada 1066 Masehi, ia diangkat sebagai professor di Masjid Al Mansur, Baghdad. Namun, banyak kalangan tradisionalis yang menentang dan menuntutnya mundur. Untuk mencegah terjadinya pertentangan yang tak berkesudahan, ia pun memutuskan mundur. George A Madiksi dalam karyanya, Ibnu Aqil: Religion and Culture in Classical Islam, menyebutkan, ada sejumlah karya yang ditulis oleh Ibnu Aqil dalam bidang kajian hukum. Di antaranya adalah Kitab Al Jadal ala Tariqat Al Fuqaha.

Dalam beberapa catatan biografinya, Ibnu Aqil menyebutkan, sejumlah subjek telah ia pelajari dari para gurunya sejak ia masih belia. Di antaranya, ilmu Al-Qur'an, hadits, waris, fiqih, kalam, tata bahasa, tasawwuf, syair, ilmu persuratan, seni dakwah, dan seni berdebat. Dia belajar fiqih dari Al Qadhi Abu Ya'la, belajar qira'ah sepuluh dari Abu Al Fath bin Syaitha, belajar bahasa Arab dari Abu Al Qasim bin Barhan, dan belajar ilmu logika dari dua Syaikh Muktazilah Abu Ali bin Al Walid dan Abu Al Qasim bin At-Tabban keduanya adalah sahabat Abu Al Husain Al Bashri hingga dia keluar dari sunnah.

Dia seorang yang cerdas, lautan ilmu dan penuh kemuliaan. Pada zamannya, dia tidak ada tandingannya. Dia menulis komentar terhadap kitab Al Funun lebih dari 400 jilid. Di dalam komentarnya itu, dia menekankan kejadian yang dia alami bersama orang-orang mulia, murid-muridnya, kejadian-kejadian kecil dan penuh teka-teki dan keajaiban yang dia dengar.

KOMENTAR ULAMA
Dari Hammad Al Harrani mendengar dari As-Silafi, ia berkata, "Aku belum pernah melihat orang seperti Abu Al Wafa' bin Aqil Al Faqih. Tak seorangpun mampu berbicara di hadapannya karena ilmunya luas, kata-katanya jelas, perkataannya bermakna dan argumennya kuat. Pada suatu hari Ibnu Aqil berbicara dengan Syaikh Ilkiya Abu Al Hasan. Ilkiya berkata kepadanya, "Ini bukan madzhabmu." Ibnu Aqil berkata, "Aku seperti Abu Ali Al Juba'i, fulan dan fulan. Apakah aku tak tahu sesuatu? Aku berijtihad ketika musuh meminta argumenku. Aku punya sesuatu yang aku pertahankan dan aku jadikan argumen." Ilkiya berkata, "Demikianlah pendapatku tentangmu."

Ibnu Aqil berkata, "Allah telah menjagaku pada masa remaja dari berbagai hal; menjagaku dari kekeliruan dan menjagaku untuk selalu cinta dengan ilmu. Aku tidak pernah bergaul dengan orang yang suka bermain. Aku hanya bergaul dengan para penuntut ilmu sepertiku. Pada waktu aku umur delapan puluhan kecintaanku terhadap ilmu lebih besar daripada ketika aku berumur dua puluh tahun. Aku baligh pada umur dua belas tahun, dan sekarang sky tidak menemukan kekurangan dalam benak, pikiran, hafalan dan ketajaman mataku dalam melihat bulan yang samar kecuali ketika kekuatanku melemah."

Ibnu Al Jauzi berkata, "Ibnu Aqil adalah orang yang taat beragama dan menjaga batasan-batasan agama. Ketika dua anaknya meninggal, tampak dari dirinya kesabaran yang luar biasa. Dia orang yang mulia yang selalu menginfaqkan apa yang dia punya. Ketika wafat dia hanya meninggalkan buku-buku dan pakaian yang melekat di tubuhnya. Dia wafat pada tahun 513 H. Banyak orang yang melawatnya. Syaikh Ibnu Nashir berkata, "Kira-kira berjumlah tiga ribu orang." Al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata, "Tidak seorangpun di dunia ini yang mengarang lebih besar dari kitab tersebut. Orang yang pernah melihatnya pernah menyebutkan padaku bahwa jilid sekian setelah jilid 400-an. Ibnu Rojab berkata, "Sebagian orang mengatakan jumlahnya 800 jilid".

KARYA MONUMENTAL
Syarah alfiyyah Ibnu Aqil ini sangat sederhana dan mudah dicerna oleh orang-orang pemula yang ingin mempelajari Alfiyah Ibn Malik. Ia mampu menguraikan bait-bait Alfiyah secara metodologis, sehingga terungkaplah apa yang dimaksudkan oleh Ibn Malik pada umumnya. Kitab ini juga paling banyak beredar di pondok-pondok pesantren dan banyak dibaca oleh kaum santri di Indonesia. Terhadap syarah ini, ulama berikutnya tampil untuk menulis hasyiyahnya. Antara lain hasyihah ibn al Mayyit, hasyiyah athiyyah al-ajhuri, hasyiyah assujai, dan hasyiyah khudari.

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-