Nama lengkap beliau adalah Abu Al Wafa' Ali bin Aqil bin Muhammad Al Baghdadi Al Hanbali. Dia adalah seorang imam, ulama yang ilmunya diibaratkan seperti laut. Dia kelahiran Aleppo pada tahun 698 dan wafat pada tahun 769 H dan pernah menjabat sebagai penghulu besar di Mesir. Karya tulisnya banyak, tetapi yang terkenal adalah Syarah Alfiyah.
Ia mencontohkan kakeknya yang bernama Muhammad Ibni Aqil. Ibnu Aqil menyatakan, Muhammad Ibnu Aqil, merupakan sekretaris Baha al Dawlah yang berkuasa pada 998 hingga 1012 Masehi. Dialah satu-satunya orang yang membuat dekrit atau surat keputusan yang memerintahkan pemakzulan khalifah Al Thai, yang berkuasa pada 974-991 Masehi.
Kemudian, Muhammad Ibnu Aqil ini juga menasbihkan Al-Qadir sebagai seorang khalifah. Sedangkan ayah Ibnu Aqil, dikenal sebagai seorang ahli debat yang paling terampil dan paling baik dalam mengucapkan dan mempertahankan argumen-argumen hukum fikih. Selain itu, ayah Ibnu Aqil dikenal pula sebagai sosok yang berpengetahuan luas soal agama. Sedangkan dari garis ibu, Ibnu Aqil merupakan keturunan Al Zuhri, seorang ahli ilmu kalam dan ulama fiqih yang bermadzhab Hanafi. Berada dalam lingkungan seperti itu, membuat Ibnu Aqil sejak belia telah mendapatkan akses pendidikan. Pengetahuan tentang hukum dan ilmu kalam juga akhirnya menarik minat Ibnu Aqil. Termasuk, kepandaiannya dalam berceramah.
Dalam beberapa catatan biografinya, Ibnu Aqil menyebutkan, sejumlah subjek telah ia pelajari dari para gurunya sejak ia masih belia. Di antaranya, ilmu Al-Qur'an, hadits, waris, fiqih, kalam, tata bahasa, tasawwuf, syair, ilmu persuratan, seni dakwah, dan seni berdebat. Dia belajar fiqih dari Al Qadhi Abu Ya'la, belajar qira'ah sepuluh dari Abu Al Fath bin Syaitha, belajar bahasa Arab dari Abu Al Qasim bin Barhan, dan belajar ilmu logika dari dua Syaikh Muktazilah Abu Ali bin Al Walid dan Abu Al Qasim bin At-Tabban keduanya adalah sahabat Abu Al Husain Al Bashri hingga dia keluar dari sunnah.
Dia seorang yang cerdas, lautan ilmu dan penuh kemuliaan. Pada zamannya, dia tidak ada tandingannya. Dia menulis komentar terhadap kitab Al Funun lebih dari 400 jilid. Di dalam komentarnya itu, dia menekankan kejadian yang dia alami bersama orang-orang mulia, murid-muridnya, kejadian-kejadian kecil dan penuh teka-teki dan keajaiban yang dia dengar.
Ibnu Aqil berkata, "Allah telah menjagaku pada masa remaja dari berbagai hal; menjagaku dari kekeliruan dan menjagaku untuk selalu cinta dengan ilmu. Aku tidak pernah bergaul dengan orang yang suka bermain. Aku hanya bergaul dengan para penuntut ilmu sepertiku. Pada waktu aku umur delapan puluhan kecintaanku terhadap ilmu lebih besar daripada ketika aku berumur dua puluh tahun. Aku baligh pada umur dua belas tahun, dan sekarang sky tidak menemukan kekurangan dalam benak, pikiran, hafalan dan ketajaman mataku dalam melihat bulan yang samar kecuali ketika kekuatanku melemah."
Ibnu Al Jauzi berkata, "Ibnu Aqil adalah orang yang taat beragama dan menjaga batasan-batasan agama. Ketika dua anaknya meninggal, tampak dari dirinya kesabaran yang luar biasa. Dia orang yang mulia yang selalu menginfaqkan apa yang dia punya. Ketika wafat dia hanya meninggalkan buku-buku dan pakaian yang melekat di tubuhnya. Dia wafat pada tahun 513 H. Banyak orang yang melawatnya. Syaikh Ibnu Nashir berkata, "Kira-kira berjumlah tiga ribu orang." Al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata, "Tidak seorangpun di dunia ini yang mengarang lebih besar dari kitab tersebut. Orang yang pernah melihatnya pernah menyebutkan padaku bahwa jilid sekian setelah jilid 400-an. Ibnu Rojab berkata, "Sebagian orang mengatakan jumlahnya 800 jilid".