Bagi orang yang membaca Al-Qur'an, lebih-lebih yang menghafal Al-Qur'an, hendaklah berakhlak dengan akhlaq yang mulia. Sebab, kalau tidak berakhlak yang mulia, maka sikapnya akan merendahkan Al-Qur'an.
Di antara akhlak ahli Al-Qur'an yaitu bersifat zuhud. Tidak cinta dunia tapi cinta akhirat. Dia mementingkan akhirat dan tidak cinta dunia. Sebaliknya, orang yang cinta dunia, biasanya akan melupakan akhirat. Dia sibuk mencari kesenangan dunia. Waktunya habis untuk mencari dunia. Dan, pada saat ia sibuk dengan dunia, tiba-tiba datang malaikat maut menjemput. Ini yang harus kita khawatirkan.
Akhirat pasti didatangi dan dunia pasti ditinggalkan. Dunia sifatnya sementara, sedangkan akhirat abadi. Maka wajar kalau kita diperintahkan untuk zuhud. Kalau diberi rezeki dan harta yang banyak, maka gunakan untuk kebaikan. Kita kirim pahalanya ke akhirat. Kalau harta itu ditinggalkan di dunia saja, yang untung anak-anaknya. Sementara ia tidak mendapatkan apa-apa.
Adapun jika diberi harta sedikit, maka bersabar dan bersikap qona'ah. Hatinya merasa cukup dengan pemberian Allah. Orang yang hatinya merasa cukup, maka sejatinya dia adalah orang yang kaya raya. Meskipun kaya raya, kalau masih belum merasa cukup, maka mereka sejatinya orang yang miskin.
Orang yang bersikap zuhud berarti orang yang cerdas. Dia memahami kalau dunia ini sementara, sedangkan akhirat abadi selamanya. Dia memperbanyak bekal untuk akhirat, dan hidup di dunia secukupnya saja. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah syair di pembukaan kitab Riyadhush Sholihin, *Inna lillahi Ibadan futhona, tholaqud dunya wa khoful fitana* (Di antara hamba-hamba Allah, ada hamba-hamba yang cerdas. Mereka meninggalkan dunia (dengan hati) dan merasa takut akan fitnah dunia).
Berwatak Dermawan
Demikian juga termasuk akhlak mulia adalah sakha dan juud yang artinya dermawan alias loman. Namun menurut para ulama ada perbedaan makna antara sakha dan juud. Kalau sakha kedermawanan yang lahir dari watak. Kedermawanan tingkat tinggi. Orang yang memiliki sifat sakha ini, selalu terdorong untuk membantu atau bersedekah. Seperti halnya Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika Sahabat Abu Bakar melihat ada budak-budak yang disiksa oleh majikannya gara-gara masuk Islam, seperti halnya Bilal, maka beliau langsung membeli budak tersebut meskipun harganya mahal.
Ketika ditanya Rasullullah SAW. Siapa yang membawa harta, silahkan bersedekah. Nah, Sahabat Abu Bakar memberikan semua hartanya untuk Rasulullah. Ketika ditanya, "Wahai Abu Bakar, mengapa engkau memberikan semua? Lalu apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?". Sahabat Abu Bakar menjawab, "saya meninggalkan untuk keluarga saya, Allah dan Rasul-Nya".
Sahabat Abu Bakar merupakan sosok yang sangat loman. Beliau sangat pandai bersyukur. Sebagaimana doa yang sering dibacanya, Robbi auzi'ni an asykuro ni'matakal latii an'amta 'alayya. Wa 'alaa waalidayya wa an a'mala shoolihan tardloohu, wa'ashlih lii fii dzurriyyati. Inni tubtu ilaika wa inni minal muslimiin.
Artinya: "Yaa Tuhanku, berilah aku Ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal sholeh yang Engkau Ridhai. Dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." [QS. Al-Ahqaf:15]
Sakha lebih tinggi atau sempurna dibanding juud. Setiap orang yang sakho pasti memiliki sifat juud. Sedangkan, tidak semua orang yang memiliki sifat juud belum tentu sakha. Kalau juud, memberi atau bersedekah tapi masih ada peluang untuk mengharap balasan atau kebaikan. Sedangkan sakha benar-benar memberi tanpa berharap apapun kecuali Rahmah dan Ridha Allah SWT.
Wallahu A'lam Bish Shawab