Saat KH. Abdul Aziz Manshur masih kecil sering memperhatikan KH. Abdul Karim tidak pernah tidur di malam hari. Selesai memberikan pengajian kepada para santri, beliau menghabiskan malam dengan sholat sunnah dan berdzikir hingga pagi. Tidur hanya sebentar saja, itu pun dengan tujuan agar bisa menjalankan kesunnahan sholat tahajjud.
Penasaran dengan aktifitas kakeknya, mendorong Kiai Aziz kecil dengan polos bertanya kepada ibundanya, Nyai Salamah, yang merupakan putrid KH. Abdul Karim.
“Mak, mbah iku nek mbengi kok gak tau turu to Mak?” (Mak, kakek kalau malam kok tidak pernah tidur?)
“Iyo le, Mbahmu eling oleh titipan anake wong sak pirang-pirang. Gak wani turu nek durung ndongakno santri-santri.” (Iya nak, kakekmu teringat mendapat titipan anaknya orang banyak. Tidak berani tidur kalau belum mendoakan santri-santri) jawab Ibu Nyai Salamah.
Ditulis dari ceramah KH. Abdul Aziz Manshur
(…)
KH. Marzuqi Dahlan pernah dhawuh kepada para santri,
“Santri-santri gak usah tirakat nemen-nemen. Sing penting ngaji sing mempeng. Sebab neng kene biyen wis ditirakati kiaine.” (Santri-santri tidak perlu tirakat berlebihan. Yang penting mengaji yang rajin. Karena disini dulu sudah ditirakati kiainya. Yang beliau maksud dengan kiai tidak lain adalah KH. Abdul Karim, perintis dan pendiri Pondok Pesantren Lirboyo.
(…)
Doa & Tirakat Pendiri Pesantren, itulah yang diyakini banyak orang sebagai faktor terbesar mengapa Pesantren Lirboyo sanggup eksis hingga saat ini. Puluhan ribu alumninya berkiprah di berbagai penjuru nusantara menyebarkan kebaikan, dan saat ini tak kurang dari dua belas ribu santri menimba ilmu di Pesantren yang sudah berusia lebih dari satu abad ini.
Untuk almaghfurlah KH. Abdul Karim mari kita bacakan, Al Fatihah...