Berbagi Kebahagiaan Dengan Orang Lain
KH. Abdul Karim ditinggal wafat ayahnya ketika masih berusia 6 tahun. Beberapa waktu kemudian ibunya menikah lagi dengan orang lain. Karena ayah tirinya bukan orang kaya, bahkan hidupnya selalu dalam kekurangan, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, ibunda Kiai Abdul Karim harus membantu suaminya berjualan di pasar.
Setiap perjalanan ke pasar, ibundanya berkali-kali melihat toko yang di sana menjual beragam kain jarik. Yang paling menarik perhatian adalah kain jarik dengan motif batik tulis yang sangat bagus. Namun sayangnya harganya sangat mahal. Setiap melihat itu, beliau hanya bisa mengelus dada sambil bergumam,
“Oalah kapan aku bisa membeli jarik yang sedemikian bagusnya.”
Setelah menunggu 3 tahun, karena mendapatkan rejeki dari Allah berkat hasil dari usaha berdagangnya yang mulai laris, ibudanya akhirnya bisa membeli kain jarik yang telah lama diimpikannya.
Satu bulan setelah berhasil membeli kain tersebut, saya berjalan berangkat ke pasar beliau melewati sebuah rumah. Di dalamnya ada anak yang menangis. Karena iba, didatangilah rumah itu. Didapati ada seorang ibu muda yang berusaha menenangkan bayinya yang terus menangis.
Beliau kemudian bertanya,
“Kenapa yu kok bayinya menangis?”
“Aku baru saja melahirkan. Aku hanya punya satu kain sarung. Jika aku pakai, tidak ada yang aku gunakan untuk menyelimuti anakku. Jika aku gunakan untuk menyelimuti anakku, aku tidak mengenakan sarung.”
Mendengar itu, jiwa kasih sayang seorang ibu muncul. Beliau lantas pulang ke rumah. Diambilnya kain jarik kesayangannya. Kain jarik yang diimpikan selama tiga tahun dan baru dipakai selama satu bulan dengan ikhlas diserahkan kepada ibu muda itu. Padahal beliau masih punya kain-kain yang lain.
“Sudah ini pakailah kain yang masih baik. Sarungmu yang lama biar dipakai sebagai popok anakmu.”
Wanita yang menggendong bayi itu menangis haru saking bahagianya. Sebagai ucapan terima kasih ibu muda itu berdoa,
“Semoga sampean dibahagiakan Gusti Allah lewat anak, karena aku memiliki anak yang sedang susah Anda buat bahagia.”
[Ditulis dari ceramah KH. Abdul Aziz Manshur di Krian Sidoarjo]
(***)
Bahagia bukan pada saat kita memiliki segalanya, melainkan saat kita bisa memberi apa yang kita miliki untuk orang lain.
“Memberikan barang sisa tidak disebut perbuatan dermawan.”
Keberhasilan Kiai Abdul Karim menuntut ilmu dan berhasil mendirikan pesantren dengan ribuan alumni yang saat ini terus mendakwahkan ilmunya, diyakini juga tidak lepas dari pengorbanan dan keikhlasan ibunya.
Dengan berbagi kebahagiaan kepada orang lain, kelak kita dan anak-anak kita akan dibahagiakan oleh Allah.