Nahdlatul Ulama Kota Madiun

sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah

Youtube

Profil

Sejarah

Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah.

Read More

Visi Misi

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Read More

Pengurus

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Madiun terdiri dari 3 unsur kepengurusan, Mustasyar (Penasihat), Syuriyah (Pimpinan tertinggi), dan Tanfidziyah (Pelaksana Harian).

Read More

MWC

MWC (Majelis Wakil Cabang) merupakan kepengurusan di tingkat kecamatan, terdiri dari MWC NU Manguharjo, MWC NU Kartoharjo, dan MWC NU Taman.

Read More

Warta

Monday, May 15, 2023

Berbagi Kebahagiaan Dengan Orang Lain

Berbagi Kebahagiaan Dengan Orang Lain

KH. Abdul Karim ditinggal wafat ayahnya ketika masih berusia 6 tahun. Beberapa waktu kemudian ibunya menikah lagi dengan orang lain. Karena ayah tirinya bukan orang kaya, bahkan hidupnya selalu dalam kekurangan, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, ibunda Kiai Abdul Karim harus membantu suaminya berjualan di pasar.

Setiap perjalanan ke pasar, ibundanya berkali-kali melihat toko yang di sana menjual beragam kain jarik. Yang paling menarik perhatian adalah kain jarik dengan motif batik tulis yang sangat bagus. Namun sayangnya harganya sangat mahal. Setiap melihat itu, beliau hanya bisa mengelus dada sambil bergumam,

“Oalah kapan aku bisa membeli jarik yang sedemikian bagusnya.”


Setelah menunggu 3 tahun, karena mendapatkan rejeki dari Allah berkat hasil dari usaha berdagangnya yang mulai laris, ibudanya akhirnya bisa membeli kain jarik yang telah lama diimpikannya.


Satu bulan setelah berhasil membeli kain tersebut, saya berjalan berangkat ke pasar beliau melewati sebuah rumah. Di dalamnya ada anak yang menangis. Karena iba, didatangilah rumah itu. Didapati ada seorang ibu muda yang berusaha menenangkan bayinya yang terus menangis.


Beliau kemudian bertanya,

“Kenapa yu kok bayinya menangis?”

“Aku baru saja melahirkan. Aku hanya punya satu kain sarung. Jika aku pakai, tidak ada yang aku gunakan untuk menyelimuti anakku. Jika aku gunakan untuk menyelimuti anakku, aku tidak mengenakan sarung.”


Mendengar itu, jiwa kasih sayang seorang ibu muncul. Beliau lantas pulang ke rumah. Diambilnya kain jarik kesayangannya. Kain jarik yang diimpikan selama tiga tahun dan baru dipakai selama satu bulan dengan ikhlas diserahkan kepada ibu muda itu. Padahal beliau masih punya kain-kain yang lain.

“Sudah ini pakailah kain yang masih baik. Sarungmu yang lama biar dipakai sebagai popok anakmu.”


Wanita yang menggendong bayi itu menangis haru saking bahagianya. Sebagai ucapan terima kasih ibu muda itu berdoa,

“Semoga sampean dibahagiakan Gusti Allah lewat anak, karena aku memiliki anak yang sedang susah Anda buat bahagia.”

[Ditulis dari ceramah KH. Abdul Aziz Manshur di Krian Sidoarjo]

(***)

Bahagia bukan pada saat kita memiliki segalanya, melainkan saat kita bisa memberi apa yang kita miliki untuk orang lain.

“Memberikan barang sisa tidak disebut perbuatan dermawan.”


Keberhasilan Kiai Abdul Karim menuntut ilmu dan berhasil mendirikan pesantren dengan ribuan alumni yang saat ini terus mendakwahkan ilmunya, diyakini juga tidak lepas dari pengorbanan dan keikhlasan ibunya.


Dengan berbagi kebahagiaan kepada orang lain, kelak kita dan anak-anak kita akan dibahagiakan oleh Allah.

Sunday, May 14, 2023

4 TANDA PENDUDUK SURGA DAN NERAKA

4 TANDA PENDUDUK SURGA DAN NERAKA

Marilah kita sadari bahwa hidup di dunia yang fana ini adalah sementara, dan kehidupan sesungguhnya adalah kehidupan di akhirat kelak nanti. Namun dalam kehidupan di dunia inilah amal perbuatan kita menentukan tempat kita dalam kehidupan yang abadi itu, sebab: Ad-Dunya mazro’atul akhiroh. (Kehidupan dunia merupakan ladang tanaman yang akan kita petik di akhirat nanti).

Allah SWT menyediakan tempat bagi ummat manusia yang telah menabur benih-benih di dunia ini. Namun amal perbuatan yang bagaimanakah, yang sedikit bisa memberikan gambaran akan tempat tinggal kita dalam keabadian itu. Oleh karena itu marilah coba kita renungkan sabda Nabi SAW yang berbunyi: Innallah ja’ala Bani Adama ‘ala Tsamanin khisholin minha arbau’un li ahlil jannah, “Sesungguhnya Allah menjadikan anak cucu adam atas delapan tanda, empat tanda menujukkan golongan orang-orang yang ahli surga dan akan panen buah kenikmatan”.


Yang pertama wajhun malihun.

Yaitu orang-orang yang wajahnya selalu menaburkan senyuman kepada semua orang, wajah yang selalu menujukkan keramaian sikap dan perilakunya kepada siapapun saja sebangsa dan setanah air tanpa memandang statusnya. Wajah yang selalu menaburkan sikap toleransi antar sesama, dan mau menerima serta merangkul siapapun saja.


Yang kedua lisaanun faashihun.

Yaitu orang-orang yang mulutnya selalu terjaga dari kebohongan, dan mulut yang selalu digunakan untuk mengatakan yang baik dan benar. Mulut yang tidak menaburkan rasa sakit hati orang lain, dan tidak mudah menyalahkan orang lain. Perkataannya selalu menentramkan jiwa bagi orang yang mendengarkannya.


Yang ketiga qolbun taqiyyun.

Yaitu orang-orang yang hatinya selalu merangkak naik untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Hati yang mau dan terbuka untuk menerima sebuah perbedaan, dan selalu menghargai antar sesama, tanpa adanya kecurigaan. Hati yang selalu melepaskan kedengkian dan permusuhan.


Dan yang terakhir yadun sakhiyyun.

Yaitu tangan yang selalu berbuat baik terhadap sesama tanpa melihat latar belakangnya, tangan yang selalu mudah untuk memberi dan bersedekah, tangan yang selalu menolong terhadap sesamanya, serta tangan yang selalu mengulurkan untuk memberi maaf kepada orang yang bersalah.


Sedangkan empat tanda yang lain menunjukkan golongan orang-orang yang ahli mereka dan akan panen buah kesengsaraan dan kepedihan di dalamnya. Arba’un li ahlinnaar.


Yang pertama wajhuh ‘abisun

Yaitu orang-orang yang wajahnya selalu cemberut dan beringas, wajah yang selalu menujukkan kemarahan dan ketidaksenangan kepada sesama, sikap dan perilakunya selalu merajut sebuah permusuhan dan pertengkaran dan tidak mempunyai jiwa toleransi antara sesama.


Yang kedua lisaanun faahisyun

Yaitu orang-orang yang mulutnya selalu terbiasa pada kebohongan dan kemunafikan, perkataannya selalu menyakitkan hati orang lain. Mulut yang selalu digunakan untuk mencemooh dan menghina antar sesama.


Yang ketiga qolbun syadiidun

Yaitu orang-orang yang hatinya keras bagaikan batu karang untuk menerima ajaran Tuhan, hati yang selalu enggan untuk menerima pendapat orang lain, dan hati yang selalu menunjukkan kesombongan dirinya dan enggan untuk menghargai orang lain. Dengan kata lain hati yang tidak mau Nguwongno uwong dan menolak perbedaan meskipun hal itu merupakan kehendak Tuhan.


Dan yang terakhir wayadun baakhilun

Yakni orang-orang yang enggan untuk berbuat baik dan tidak mau menolong terhadap sesama, tangan yang selalu menyembunyikan harta bendanya untuk membantu dan bersedekah.


Kebakhilannya selalu melekat erat di hati sanubarinya. Dengan demikian marilah kita introspeksi diri untuk selalu memperbaiki sikap dan tingkah laku kita sehari-hari.


Dan marilah kita akui dengan sportif bahwa sebenarnya yang harus kita benahi terlebih dulu adalah di dalam diri kita sendiri bukan orang lain, dan yang harus kita sulam kembali adalah ketebalan keimanan dan ketaqwaan hati kita sendiri kepada Allah SWT. Agar supaya tanda-tanda ahli surga itu selalu melekat dalam diri kita, dan akhirnya kita semua hanya bisa berdoa dan berharap semoga Allah SWT menjauhkan kita dari siksaan api neraka, yang mana kita semua tidak akan sanggup untuk menerimanya.


WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB

Saturday, May 13, 2023

CIRI-CIRI GOLONGAN AHLI BID’AH

CIRI-CIRI GOLONGAN AHLI BID’AH

Apakah Rasulullah SAW telah mendeskripsikan sifat kelompok-kelompok ahli bid’ah kepada kita (golongan aswaja)?

Ya. Rasulullah SAW telah mendeskripsikan sifat para ahli bid’ah kepada kita bahwa mereka itu menggunakan ayat-ayat yang diturunkan untuk orang-orang musyrik tapi justru mereka tujukan dan arahkan kepada orang-orang mukmin, seperti firman Allah SWT: “Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) Tuhan lain di samping (menyembah) Allah.” [QS. Asy-Syu’aro: 213]

Dan firman-Nya: “Maka janganlah kalian menyembah sesuatu pun di samping (menyembah) Allah.” [QS. Al-Jin: 18]


Dan firman-Nya: “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudhorot kepadamu selain Alla.” [QS. Yunus: 106]


Serta firman-Nya: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu.” [QS. Al-A’rof: 194] dan ayat-ayat sejenis yang jelas ditujukan kepada orang-orang musyrik yang meyakini ketuhanan selain Allah dan kewajiban menyembahnya.


Ulama mengatakan bahwa perkataan mereka semua ini adalah pengelabuan dalam agama dan penyesatan terhadap golongan awam kaum muslimin. Sebab sama sekali tak seorang pun dari orang-orang mukmin yang bertauhid meyakini keyakinan ini, lalu bagaimana bisa mereka menjadikan orang-orang mukmin sama dengan orang-orang musyrik itu?! Subhanallah! Ini fitnah berat.”


Ulama telah menyebutkan bahwa kelompok-kelompok yang menyimpang itu tidak memiliki kaedah-kaedah sandaran maupun sedikit madzhab pegangan. Kebanyakan mereka hanyalah para pelajar bodoh yang termasuk kategori awam. Mereka bukanlah termasuk orang-orang yang berkompeten dan bukan termasuk ulama Islam.


Untuk membantah para ahli bid’ah itu, tampillah sekelompok ulama sejati yang menasehati karena Allah, Rasul-Nya dan hamba-hamba-Nya yang mukmin. Mereka menjelaskan hal ihwal dan kesesatan mereka kepada ummat, dan mereka telah menyusun banyak kitab mengenai hal tersebut, di antaranya:

- Syifa’ as-Saqom karya Syaikhul islam Imam Taqiyuddin As-Subki.

- Al-Jauhar Al-Munadzhdzhom karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami.

- Syawahid Al-Haq karya Al-‘Allamah An-Nabhani.

- Khulashoh Al-Kalam dan Ad-Duror As-Saniyyah karya Al-‘Allamah Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan.

- Ghouts Al-Ibad karya Al-‘Allamah Syaikh Abu Saif Al-Hammami.

- Furqon Al-Qur’an karya Syaikh Al-‘Allamah Salamah Al-‘Azzami.

- Shulh Al-Ikhwan karya Syaikh Dawud Al-Afandi.

- Baro’atu Al-Asy’ariyyin min Aqo’id Al-Mukholifin karya Abu Hamid bin Marzuq.

- Ash-Showa’iq Al-Ilahiyah karya Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab.

- Nafas Ar-Rohman karya Al-‘Allamah Ismail bin Mahdi Al-Ghorbani, dan lain-lain


WALLAHU A’LAM BISH SHAWAB


Disarikan dari kitab AL-AJWIBAH AL-GHOLIYAH FII ‘AQIIDAH AL-FIRQOH AN-NAJIYAH karya Habib Zein Ibrohim bin Sumaith

Friday, May 12, 2023

Setitik Debu Taqwa Gapai Ampunan Allah

Setitik Debu Taqwa Gapai Ampunan Allah

Dalam surat Ath-Tholaq ayat 5 Allah SWT berfirman: “Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.”

Untuk menjelaskan ayat ini, kami akan menyampaikan apa yang pernah diceritakan oleh Nabi SAW. Ada seorang yang hidup sebelum masa kenabiannya. Orang tersebut hidup berlimpah harta dengan anak cucu yang amat menyenangkan. Menjelang mati, ia bertanya kepada anak-anaknya, “Menurut kalian, ayah kalian ini orang yang bagaimana?” Mereka menjawab, “Orang baik.” Selanjutnya sang ayah mengatakan, “Ketahuilah wahai anak-anakku, aku lebih tahu tentang diriku. Aku tidak memiliki sedikitpun kebaikan di sisi Allah. Oleh sebab itu, pasti Allah akan menyiksaku kelak.” Saya wasiatkan kepada kalian, “Jika suatu saat aku mati, bakarlah tubuhku lalu tumbuklah arangnya sampai menjadi abu. Tumbuklah sekali lagi sampai benar-benar lembut. Lalu, pergilah ke laut dan taburkan semua abu itu ketika angin sangat kencang!”


“Semua anaknya berjanji untuk melakukan wasiat itu. Demi Tuhanku, mereka benar-benar melakukannya.” Kata Nabi SAW. Ketika abu telah ditebar, Allah SWT berfirman, “Kun (jadilah), maka berdirilah seorang lelaki yang utuh.” Allah kemudian bertanya, “Yaa ‘abdii, maa hamalaka ‘ala an fa’alta maa fa’alta? Qoola: makhoofataka / Wahai hamba-Ku, mengapa kamu melakukan semua itu?” Lelaki itu menjawab, “Karena takut kepada (siksa-Mu).” Nabi SAW melanjutkan, “Maka sejak itu, ia mendapat limpahan Rahmat Allah.” Nabi SAW mengulang sekali lagi, “Maka sejak itu, ia mendapat limpahan Rahmat Alloh.” [HR. Imam Bukhori dari Abu Sa’id]


Ada satu lagi kisah hampar sama yang kami yakin dapat menguatkan optimism ampunan Allah untuk Anda. Pada zaman Nabi Musa AS, ada pria di sebuah kampung yang meninggal dan tak satupun orang bersedia memandikan dan memakamkannya. Mereka bahkan menyeret dan melemparkannya ke pembuangan sampah, karena sepanjang hidupnya ia benar-benar “sampah” yang menyusahkan warga. Allah SWT lalu memberitahu Nabi Musa AS, “Wahai Musa, ada orang yang dibuang ke tempat sampah di suatu perkampungan. Carilah ia sampai ketemu, lalu mandikan, bungkuslah dengan kafan, sholatilah dan makamkanlah secara terhormat. Ia benar-benar kekasih-Ku.” Nabi Musa berjalan menyusuri kampung ke kampung untuk mencari “manusia sampah” itu. Setiap orang memberi julukan yang sama untuk mayit itu: “Si Jahat.” Nabi Musa AS meminta ditunjukkan di mana si jahat itu dibuang. Setelah mayat itu ditemukan tergeletak busuk di tumpukan sampah, Nabi Musa AS berkata, “Wahai Tuhanku, apakah Engkau memerintahkan aku mensholati orang yang sudah dikenal kejahatannya ini?”


Allah SWT berfirman, “Wahai Musa, benar ia memang orang jahat, tapi tahukah kamu bahwa ketika menjelang matinya, ia meminta belas kasih-Ku. Apakah Aku, Tuhan Yang Maha Pengasih tidak mengasihinya? Ketahuilah wahai Musa, menjelang sakarotul maut, ia berkata lirih, “Wahai Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui gunungan dosa yang telah aku lakukan sepanjang hidupku. Tapi, saya yakin, Engkau Maha Mengetahui isi hatiku. Aku sejatinya berontak setiap kali aku melakukan dosa. Wahai Tuhanku, sekalipun penuh dosa, aku tetap senang dan hormat kepada orang-orang sholeh di sekitarku. Jika ada dua panggilan, dari orang jahat dan orang sholeh, pastilah aku mendahulukan orang sholeh.”


“Wahai Tuhanku, jika Engkau mengampuni aku, pastilah Nabi-Mu tersenyum gembira karena salah satu ummatnya terbebas dari neraka. Sebaliknya, musuh-musuh-Mu, yaitu Iblis dan setan akan bersedih. Aku yakin, Engkau lebih menyukai senyuman Nabi-Mu daripada senyum iblis dan kawan-kawannya. Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kasihanilah aku.” Maka Allah SWT berfirman, “Aku, Tuhan Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Aku akan mengasihi dan mengampuni dia, karena ia telah mengakui dosa-dosanya kepada-Ku. Allah SWT berfirman, “Wahai Musa, segera sholat untuknya sesuai perintah-Ku. Aku akan mengampuninya atas keberkahan orang yang mensholatinya.”


Dua kisah di atas juga bisa menampar muka kita. Orang yang kita pandang penuh maksiat, bisa jadi ia kekasih Allah karena setitik debu taqwa dalam hatinya yang tidak diketahui siapapun, dan partikel taqwa itulah yang mendatangkan ampunan Allah kepadanya. Sedangkan kita yang merasa lebih suci daripadanya, bisa jadi menurut Allah, ada setitik debu dosa yang kita lakukan tanpa kita sadari dan partikel dosa itulah yang membuat Allah SWT murka kepada kita. Mulai saat ini, hapuslah perasaan bahwa kita lebih suci daripada orang lain, dan hentikan kebiasaan memandang sinis pelaku dosa di sekitar kita, sebab bisa jadi ia lebih harum di sisi Allah daripada kita.


WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB

Wednesday, May 10, 2023

Berdirilah di Barisan Ulama

Berdirilah di Barisan Ulama

Bila dulu kita sering mendengar puji-pujian sebelum sholat atau sekarang sudah dilagukan yang berjudul Tombo Ati, (Obat Hati) yang lima, agar kita mendapat obat hati, haruslah berkumpul dengan orang-orang shaleh.

Perintah dari pujian-pujian yang merupakan terjemahan dari Syeikh Ibrahim al-Khawash tersebut, merupakan perwujudan dari firman Allah dalam surat al-Zumar ayat 71-74 yang menceritakan bahwa di hari akhir nanti masing-masing dari kita akan dimasukkan surga atau neraka sesuai dengan golongan-golongan yang disukainya.


Allah SWT berfirman, yang artinya: “Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombangan, sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Apakah belum pernah datang kepadamu Rasul-Rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?” Mereka menjawab: “Benar (telah datang)”, tetapi telah pasti berlaku ketetapan adzab terhadap orang-orang yang kafir.”

(72). Dikatakan (kepada mereka): “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya” Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.

(73). Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula), sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintu telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagilah kamu! Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.”

(74). Dan mereka mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada Kami dan telah (memberi) kepada Kami tempat ini sedang Kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang Kami kehendaki; maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.”


Menegaskan ayat di atas, Tafsir Ibn Arobi menyitir hadits Rasulullah SAW: Al mar-u ma’a man ahabbahu artinya “Seseorang akan dikumpulkan beserta orang-orang yang dicintainya.”


Apapun status kita di hadapan Allah,upaya kita untuk berusaha berkumpul dan mencintai orang-orang shaleh dan para ulama, akan menjadi doa di hadapan Allah agar kita di hari pembalasan nanti dikumpulkan dengan orang-orang yang kita cintai para ulama salaf sholeh meskipun amal ibadah kita tidak sebanding dengan mereka.


Karena itu kami menyeru kepada semua sahabat dan saudara muslimin untuk berdiri di barisan para ulama shalihin yang senantiasa ikhlas berdakwah di jalan Allah.


WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB

Monday, May 8, 2023

Husnul Khotimah dengan Hati Bersih

Husnul Khotimah dengan Hati Bersih

“Di antara kalian ada yang beramal dengan amal-amal sholeh surga, amal-amal baik terus sampai antara dia dan surga hanya tinggal 1 hasta lagi saja, tinggal beberapa nafas lagi dalam hidupnya didahului oleh kehendak Allah, didahului oleh ketentuan Allah, bahwa dia harus menjadi penduduk neraka, maka dia berubah amalnya menjadi amal-amal orang-orang yang jahat maka ia wafat dalam keadaan masuk neraka, diantara kalian ada orang-orang yang terus jahat sampai antara dia dengan neraka hanya tinggal 1 hasta saaj lalu dia didahului oleh ketentuan Allah untuk masuk ke dalam surga maka berbalik amal pahalanya menjadi amal-amal orang yang baik setiap perbuatannya maka ia wafat dan wafat sebagai ahli surga.” [HR. Imam Bukhori]

Para muhadditsin mensyarahkan hadits ini adalah dari sebab getaran hati, ketika hati itu berbuat yang baik-baik, pikirannya luhur maka itu akan menuntunnya kepada husnul khatimah, namun walaupun ibadahnya banyak, apabila hati itu jahat, hatinya terus menghina orang, hatinya terus sombong pada orang lain, hatinya terus membenci orang lain, hatinya terus mencela orang lain, bisa saja di akhir Allah melihat orang ini tidak pantas masuk ke dalam surga, maka Allah balikkan dengan ketentuan-Nya.


Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh Allah itu kata Rasul SAW tidak melihat pada perbuatan dan bentuk kalian tapi melihat kalian pada niat perbuatan itu, dan melihat apa yang ada pada sanubari kalian, yang kalian fikirkan.”


Saat seseorang bertakbir “Allahu Akbar” hatinya kosong, dia mendapat pahala, namun ketika bertakbir “Allahu Akbar” 1 kali dengan ucapan penuh kerinduan kepada Allah, jauh beribu kali lebih indah daripada orang yang mengucapkannya yang sama dengan niat yang berbeda.


Maka jagalah hati dan sanubari, dalam niat-niat dan cita-cita, selalulah bercita-cita dengan hal-hal yang luhur, maka Allah akan melimpahkan keluhuran.


Diriwayatkan di dalam Adabul Mufrod oleh Imam Bukhori bahwa salah satu seorang sahabat, ketika Rasulullah SAW wafat, Beliau bersabda: “Wahai Allah, ambil mataku, butakan penglihatanku, aku tidak mau melihat lagi apa-apa setelah wafatnya Nabi SAW, jangan sampai mataku melihat lagi setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.” Maka ia dibutakan oleh Allah, para sahabat berdatangan kepadanya, bersilaturrahmi kepadanya karena dia buta, berkata para sahabat: “Kenapa engkau buta?” Ia berkata: “Aku tidak mau lagi melihat apapun kalau tidak lagi lihat wajah Nabi SAW, tidak bisa digantikan dengan kijang-kijang indah dari Yaman atau pemandangan-pemandangan lainnya, tidak bisa digantikan oleh wajah indahnya Nabi SAW, aku tidak butuh mataku lagi biar saja buta kalau tidak lagi memandang wajah Nabi Muhammad SAW.” Demikian indahnya hati mereka para sahabat Rasul, cinta mereka kepada Rasulullah SAW.


Diriwayatkan seorang ibu-ibu tua lanjut usia, ketika Sayyidina Umar bin Khaththab RA lewat, Kholifah di masa lalu, pemimpin di masa lalu malam tidak tidur, keliling ke rumah-rumah fuqara', keliling ke rumah-rumah dhu’afa, ke rumah-rumah orang susah, ke rumah anak yatim barangkali ada rintihan tangis, barangkali ada yang kelaparan, barangkali ada yang kebutuhan maka dia lewat, rumah-rumah itu diketahui, satu rumah dilewati Sayyidina Umar bin Khaththab tahu di situ ada seorang ibu-ibu lanjut usia yang sendiri sebatang kara tidak ada orang bersamanya dilewati oleh Sayyidina Umar bin Khaththab mau dilihat apakah pelitanya hidup atau barangkali perlu dibantu untuk menghidupkan pelitanya, Sayyidina Umar bin Khaththab, maka di malam hari itu ia mendengar senandung doa munajat dan tangis dari ibu tua itu, maka Sayyidina Umar bin Khaththab mendekatkan telinganya, “jangan-jangan ibu-ibu ini lapar, kurang makanannya, aku harus membantunya.”


Maka ia mendekatkan telinganya apa yang dirintihkan ibu itu, ternyata ibu itu sedang berdoa: “Wahai Allah kau telah pisahkan aku dari Nabi Muhammad di dunia, jangan pisahkan lagi aku dengan Muhammad di akhirat, di dunia sudah kau buat Rolasul wafat sebelumku, jangan sampai di akhirat aku tidak jumpa lagi.”


Jatuh roboh Sayyidina Umar bin Khaththab mendengar ibu itu, hingga tidak bisa lututnya menahan tubuhnya, dia jatuh berlutut dan menangis dari rindunya kepada Rasulullah SAW dan dari harunya atas doa ibu yang sudah lanjut usia itu yang masih terus sedih dengan wafatnya Nabi SAW.


WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB

Sunday, May 7, 2023

Apakah Sholat Anda Tepat Waktu?

Apakah Sholat Anda Tepat Waktu?

Diceritakan dari seorang ulama salaf, salah seorang saudarinya menghembuskan nafas yang terakhir. Pada saat menguburkan jenazah, kantung kecil berisi harta yang dia bawa tanpa sengaja terjatuh ke dalam liang lahat. Dia tidak merasa ada sesuatu yang terjatuh sampai dia pulang ke rumah.

Setelah sampai di rumah, dia ingat ada barang miliknya yang terjatuh saat prosesi pemakaman. Dia akhirnya kembali ke pemakaman saudarinya. Barang itu teramat berharga untuk ditinggal begitu saja. Setelah tidak ada orang yang berada di pemakaman, dia gali kembali makam saudarinya yang masih merah itu.


Saat dia mulai melakukan penggalian, terlihat api menyala berkobar-kobar. Karena ketakutan, dia kembalikan lagi tanah yang digalinya. Ulama itu akhirnya pulang ke rumah menemui ibunya dengan perasaan susah disertai tangis.

“Ibu, ceritakan padaku tentang saudariku. Apa perbuatan yang dilakukannya semasa hidup?”

“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya ibunya heran.

“Aku melihat di kuburnya ada api berkobar hebat.”


Mendengar itu ibunya tak kuasa menahan tangis. Sambil terisak sang ibu berkata,

“Anakku, saudarimu sering meremehkan sholat. Sehingga dia akhirkan dari waktunya.”

[Dikutip dari kitab Irsyadul Ibad halaman 14]

(…)

Coba kita renungkan! Jika ini adalah keadaan seseorang yang mengerjakan sholat saat waktu sudah habis, bagaimana dengan keadaan orang yang tidak menjalankan sholat?


Wallahu a'lam bish shawab

Saturday, May 6, 2023

TIGA FAKTOR PENENTU KEPRIBADIAN MANUSIA

TIGA FAKTOR PENENTU KEPRIBADIAN MANUSIA

Allah SWT berfirman dalam surah At-Taubah ayat 119 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. Ayat ini diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW: “Seseorang berada pada keagamaan temannya, maka lihatlah salah seorang di antara kamu, siapa yang dijadikan teman itu.” [HR. Imam Abu Daawud dan Imam Tirmidzi]

Survey membuktikan, beberapa penelitian ilmiah telah menemukan, bahwa sikap, mental dan kepribadian seseorang sangat dipengaruhi siapa teman dekatnya. Dalam hal ini, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, berkata: “Bersahabatlah dengan orang yang selalu berbuat kebajikan, niscaya engkau menjadi salah satu dari mereka, dan jauhilah yang gemar berbuat jahat, niscaya engkau akan terhindar dari akibat kejahatan mereka.”


Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap mental dan pribadi seseorang. Pertama, faktor keluarga. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tualah yang menjadikan dia yahudi, nashrani atau majusi.” [HR. Imam Bukhori]


Kedua, faktor masyarakat atau lingkungan. Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang berada pada keagamaan temannya, maka lihatlah salah seorang di antara kamu, siapa yang dijadikan teman itu.” [HR. Imam Abu Daawud dan Imam Tirmidzi] Para pakar pendidikan dan psikologi telah sepakat, bahwa pengaruh keturunan, pengaruh pendidikan masih kalah kuat dibanding dengan pengaruh pergaulan.


Ketiga, faktor pendidikan. Tentang mahalnya arti sebuah lingkungan sebagaimana yang difirmankan Allah, dalam surat Ibrahim ayat 37 yang artinya, “Yaa Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezeki mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.”


Doa ini dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim, saat beliau akan meninggalkan istri dan anaknya yakni Siti Hajar dan Ismail putranya tercinta di sebuah lembah yang tandus, kering-kerontang, tidak ada tumbuh-tumbuhan dan tanaman, bahkan tidak ada kehidupan. Dari sinilah banyak hikmah yang bisa diteladani, terutama dengan metode pendidikan yang diterapkan Nabi Ibrahim kepada keluarganya.


Pertama, dia tidak meninggalkan keluarganya di sembarang tempat. Beliau menempatkannya di dekat Baitullah (rumah Allah). Seakan beliau yakin betul bahwa tidak mungkin anak dan keluarganya menjadi sholeh dan taat, tanpa mengenal Baitullah. Dalam konteks sekarang bisa juga berupa masjid. Sangat kontras dengan yang terjadi anak-anak kita sekarang, mereka lebih suka pergi ke mall daripada ke masjid.


Kedua, karena Nabi Ibrahim meninggalkan keluarganya di lembah yang kering, tandus, tidak ada tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan, maka pantaslah jika yang diminta kepada Allah SWT adalah makanan, minuman dan apa saja yang dapat menyambung hidup mereka. Namun hal itu tidak dilakukannya, justru beliau minta dalam doanya adalah “agar mereka mendirikan sholat”. Ini adalah permohonan yang berorientasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebuah permohonan yang tidak “popular” dan jarang dikumandangkan oleh para orang tua, dan kaum pendidik sekarang. Sholat yang merupakan simbol keharmonisan, hubungan dengan Alloh, akan membuahkan kesuksesan, dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, pada saat ini kurang diperhatikan oleh para orang tua.


Ketiga, permohonan berikutnya adalah “jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka”. Beliau mengharapkan menjadi orang-orang yang dicintai masyarakat, dan seorang itu dicintai karena akhlaknya. Inilah indikasi keberhasilan metode pendidikan, yaitu ketika mampu meluluskan anak-anak yang berakhlaq mulia.


Semakin lama seseorang belajar, seharusnya semakin baik akhlaqnya. Semakin tinggi gelar seseorang, seharusnya semakin bermoral.


Keempat, Nabi Ibrahim menutup doanya dengan rezeki material “dan berilah rezeki mereka dari buah-buahan”. Logika kita, akan mengatakan seharusnya permohonan inilah yang mesti didahulukan, mengingat keberadaan keluarganya di lembah yang kering dan tandus. Tetapi kenyataannya Nabi Ibrahim tidak demikian.


WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB

Friday, May 5, 2023

BID’AH DAN PEMBAGIANNYA

BID’AH DAN PEMBAGIANNYA

Terbagi atas berapa macamkah bid’ah itu?

Para ulama telah membagi bid’ah menjadi dua bagian: bid’ah hasanah (baik/terpuji) dan bid’ah qobihah (buruk/tercela).


Bagaimana pengertian bid’ah hasanah?

Bid’ah hasanah adalah perbuatan-perbuatan yang menurut para imam yang diberi petunjuk sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah dari segi mengutamakan yang lebih bermanfaat dan lebih baik, contohnya seperti apa yang dilakukan para sahabat menghimpun Al-Qur’an ke dalam mushaf, mengumpulkan orang-orang untuk mengerjakan sholat Tarawih berjama’ah, dan adzan pertama pada hari Jum’at. Demikian pula hal-hal baru seperti pembuatan pondok-pondok pesantren, sekolah-sekolah, dan berbagai kebaikan lainnya.


Maka setiap perbuatan baik yang tidak dikenal pada masa nabi adalah bid’ah hasanah yang diberi pahala pelakunya, dengan dalil sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang membuat sunnah yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa sedikitpun mengurangi pahala mereka.” [HR. Imam Muslim dari Sayyidina Jarir bin Abdullah RA]


Bagaimana penjelasan bid’ah tercela yang diperingatkan Rasulullah SAW kepada kita?

Bid’ah tercela adalah setiap perbuatan yang menyalahi nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah atau melampaui ijma’ ummat, seperti madzhab-madzhab yang rusak dan aqiidah-aqiidah palsu yang bertentangan dengan keyakinan Ahlussunnah wal Jamaa’ah.


Apa dalilnya?

Dalilnya adalah hadits-hadits yang mencela bid’ah, seperti sabda Rasulullah SAW: “Setiap hal baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” [HR. Imam Muslim, Imam Nasa’i, Imam Achmad, dan Imam Abu Daawud]


Maksudnya itu adalah hal-hal baru yang batil dan tak diridhoi Allah dan Rasul-Nya dengan dalil sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang membuat sesat yang tidak diridhoi Allah dan Rasul-nya, atasnya dosa orang yang mengamalkannya tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka.” [HR. Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah dari Sayyidina Amru bin Auf RA]


Dan sabda beliau SAW: “Siapa yang mengadakan hal baru dalam urusan kami ini yang bukan termasuk bagiannya, maka dia tertolak.” [HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Sayyidina Aisyah RAnha]


Dalam sebuah hadits shahih Nabi SAW bersabda, “Hendaknya kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para kholifah yang diberi petunjuk (Al-Khulafa’ Ar-Rosyidin). Gigitlah dengan geraham dan waspadalah terhadap perkara baru. Sebab setiap perkara yang baru itu ada bid’ah.” [HR. Imam Abu Daawud, Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Maajah, Imam Achmad dan Imam Ad-Darimi dari Sayyidina Al-Irbadh bin Sariyah RA]


Pada riwayat lain terdapat tambahan, “Dan setiap bid;ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” [HR. Imam Nasaa’I, Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Thobaroni]


Bagaimana pendapat para ulama tentang hadits ini?

Ulama mengatakan bahwa hadits ini termasuk hadits umum yang dikhususkan. Yang dimaksud adalah perkara-perkara baru yang batil dan bid’ah-bid’ah tercela yang tidak ada dasarnya dalam syariat. Itulah bid’ah yang terlarang. Berbeda dengan yang memiliki dasar dalam syariat, maka itu adalah bid’ah yang terpuji. Sebab itu merupakan bid’ah yang baik dan sunnah para khulafaur rosyidin dan para imam yang memberi petunjuk. 


Kalimat “Setiap bid’ah …” yang diperkuat dengan kata kullu (setiap) dalam hadits tersebut tidak menghalanginya bersifat umum yang dikhususkan. Bahkan takhsis pun dapat masuk bersamanya, seperti firman ALLooh, “tudammiru kullu syai-in –Menghancurkan setiap/ segala sesuatu.” [QS. Al-Ahqof: 25], maksudnya: setiap/ segala sesuatu yang bisa binasa.


Apa Bid’ah yang diharamkan dan yang diperbolehkan?

Bid’ah yang diharamkan adalah bid’ah yang tak ada dasar dalam agama, baik dari Al-Qur’an, Sunnah, ataupun ijma’ ummat. Sedang bid’ah yang boleh adalah bid’ah yang ada dasarnya dalam agama, sekalipun itu tidak ada pada masa Rasulullah SAW.


Misalnya ibadah-ibadah sunnah yang Anda kerjakan, padahal agama tak menuntut Anda sebegitu, lalu Anda sholat sunnah 100 roka’at sehari misalnya. Akan tetapi ini Anda mengerjakan satu perkara yang dianjurkan agama dan dituntut memperbanyaknya.


Dalam hadits qudsi disebutkan: “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya.” [HR. Imam Bukhori dari Sayyidina Abu Huroiroh RA]


Sayyidina Umar bin Khoththob RA pernah mengumpulkan para sahabat untuk mengerjakan sholat Tarawih. Kemudian ia berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.”


Berarti ini bid’ah yang boleh dan diridhoi di sisi Allah SWT.

Wallahu a'lam bish shawab

Wednesday, May 3, 2023

Kurban Dinodai Keangkuhan

Kurban Dinodai Keangkuhan

Allah SWT berfirman kepada Nabi Adam, "Apakah kamu tahu bahwa Aku memiliki sebuah rumah di bumi?". " Tidak, Ya Allah," jawab Nabi Adam. "Sesungguhnya Aku memiliki rumah di Makkah, maka datanglah ke sana". Nabi Adam AS lalu berkata kepada langit, "Jagalah anak-anakku dengan amanah". Namun langit tidak bersedia. Lalu ia memohon hal yang sama kepada bumi. Bumipun juga tidak bersedia. Ia berkata kepada gunung untuk menjaganya, gunungpun tidak mau. 

Nabi Adam AS lalu berkata kepada putranya, Qabil, jagalah anak-anakku. Qabil menyanggupi. "Silahkan ayah pergi ke Makkah dan engkau akan kembali dan engkau akan mendapati keluargamu baik-baik saja."


Qabil merasa bangga dan lebih hebat dari saudaranya. Ia berkata, "Aku lebih berhak untuk menikahinya daripada kamu. Dia saudari kandungku. Dan aku lebih tua daripada kamu. Dan aku yang mendapat wasiat (pesan) dari ayah."


Setelah Nabi Adam AS berangkat ke Mekkah, kedua putranya berkurban sebagaimana perintah Nabi Adam AS. Habil sebagai seorang penggembala memberikan persembahan kurban berupa kambing kibas terbaik (paling gemuk) yang dimilikinya. Sedangkan Qabil memberikan kurban berupa hasil pertaniannya yang kurang baik. Lalu datanglah api di antara kedua persembahan itu. Maka api itu melahap kurban Habil kambing yang gemuk dan membiarkan kurbannya Qabil. 


Qabil sangat marah. Dan iapun berkata kepada saudaranya, "Aku pasti akan membunuhmu sehingga kamu tidak bisa menikahi saudari kandungku." Habil menjawab, "Sesungguhnya Allah hanya menerima persembahan dari orang-orang yang bertaqwa."


Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh al-'Aufi dari 'Abdullah bin 'Abbas, ia berkata: "Saat itu belum ada orang miskin yang perlu disedekahi. Maka, dalam mempersembahkan kurban, Allah SWT menerima kurban hamba-hamba-Nya dengan mengirimkan api untuk membakar apa yang dipersembahkan untuk-Nya. Kurban sendiri, saat itu, diniatkan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Lalu tersebutlah dua orang hamba yang tengah duduk-duduk. Kemudian, satu di antara mereka berkata, "Bagaimana kalau kita mempersembahkan kurban?"


Keduanya pun sepakat. Orang pertama adalah seorang penggembala, sedangkan yang satunya adalah petani. Si penggembala memberikan persembahan berupa kambing kibas terbaik (paling gemuk) yang dimilikinya. Sedangkan si petani memberikan kurban berupa hasil pertaniannya. 

"Lalu," tutur Ibnu Jarir dalam riwayat ini, "Datanglah api di antara kedua persembahan itu. Maka api itu melahap kambing yang gemuk dan membiarkan hasil tanaman tersebut"


Melihat ini, si petani pun berkata dengan nada mengancam, "Apakah kamu berpikir bahwa aku akan membiarkanmu pergi dari tempat ini sehingga orang-orang mengetahui bahwa kurbanmu diterima dan kurbanku ditolak?"

"Demi Allah," lanjutnya berapi-api, "Orang-orang tidak akan melihatku karena engkau lebih baik dari diriku." Lanjutnya sampaikan ancam serius, "Aku akan membunuhmu."

"Apa salahku?" tanya si penggembala. "Sesungguhnya Allah SWT hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertaqwa."


Wallahu a'lam bish shawab


Tuesday, May 2, 2023

Cinta Allah dalam Ibadah Sunnah

Cinta Allah dalam Ibadah Sunnah

Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan: "Tidaklah para hamba yang beribadah kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Aku Fardhukan kepadanya. Dan hamba yang beribadah kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah, maka Aku juga menyukainya. Jika Aku telah mencintainya,maka Aku adalah pendengaran yang ia gunakan untuk mendengarkan, penglihatan yang ia gunakan untuk melihat, tangan yang ia pakai memegang dan kaki yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku, maka Aku akan melindunginya."

Hadits di atas juga memberi pengertian, bahwa dasar kecintaan Allah terhadap hamba-Nya adalah melalui perbuatan-perbuatan sunnah. Karena itu, selama seseorang hamba beribadah kepada-Nya melalui ibadah pada-Nya, maka pada saatnya dia mampu tenggelam dengan melihat kesucian Allah, tidak melihat sesuatupun kecuali Allah berada di sisinya. Pengalaman semacam ini merupakan derajat terakhir bagi orang-orang yang menuju akhirat dan jalan pertama bagi orang yang ingin sampai pada Allah SWT. Semoga dengan anugerah dan karunia-Nya, Allah berkenan memberikan hal itu kepada kita. Dengan mengikuti sunnah tercapailah ma'rifat, dengan melakukan perbuatan fardhu tercapailah qurbah (dekat dengan Allah) dan dengan selalu melaksanakan perbuatan sunnah tercapailah mahabbatullah. 


Imam Asy-Sya'rani mengatakan, "Termasuk anugerah Allah karena melakukan perbuatan-perbuatan sunnah adalah kemampuan memahami makna-makna Al-Qur'an dan Hadits. Karena orang yang selalu melaksanakan perbuatan sunnah, maka Allah akan mencintainya. Jika Allah mencintainya maka ia dekat dengan-Nya; dan jika ia dengan-Nya, maka Allah akan memperlihatkan seluruh rahasia syariat-Nya."


Sunnah adalah Pilihan

Hal ini sesuai dengan perkataan sebagian orang yang makrifat: bahwa akan tersingkap sesuatu bagi orang yang menempuh jalan akhirat, kecuali dengan memperbanyak amalan sunnah. 


Sebab amalan fardhu merupakan kewajiban, sehingga Allah akan menyiksa seseorang jika misalnya ia tidak melakukan shalat lima waktu. Berbeda dengan amalan sunnah dimana seorang hamba boleh memilih. Maka melakukannya bukan karena takut akan siksaan Allah, tetapi karena cintanya kepada Allah. 


Seorang sufi adalah orang yang sangat sempurna kecintaannya kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya. Barangsiapa berharap dapat mencapai tujuan dan memperoleh dari yang dimaksud tanpa mengikuti sunnah-sunnah Nabi, maka hampalah harapan itu. 


Menurut as-Suhrawadi dalam kitab al-'Awarifnya bahwa kehendak seperti ini adalah gejala penyimpangan, zindiq (kekafiran) dan menjadikan diri semakin jauh dari Allah. Karena setiap haqiqat yang tertolak oleh syari'at adalah zindiq. 


Orang yang tertipu seperti ini tidak mengetahui bahwa syari'at adalah kewajiban yang berhubungan dengan hamba ('abd), sementara haqiqat adalah penghambaan ('ubudiyah). Sayyid al-Junaid juga mengatakan, "Jalan yang dilakukan para sufi seperti ini adalah berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits, semua jalan tertutup kecuali bagi orang yang mengikuti perilaku Rasulullah SAW. Barangsiapa tidak memelihara Al-Qur'an dan hadits maka jangan ikuti dia, karena jalan (ilmu) kita hanyalah berdasarkan Al-Qur'an dan hadits."



Iman Asy-Sya'rani dalam Muqaddimah kitab Mizanul Kubra mengatakan, "Sesuai kesepakatan para guru thariqah, bahwa tidak boleh seseorang menjadi pemimpin orang-orang yang hendak sampai kepada Allah, kecuali jika telah luas pengetahuan syari'atnya dan semua alatnya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan para pemimpin Thariqah Syadziliyah, yaitu Syaikh Abul Hasan asy-Syadziliy, Sayyid Abul Abbas al Marsy, Sayyid Yaqut al-'Arsy dan Syaikh Tajuddin Ibn 'Atha'illah. 


Mereka tidak memasukkan seseorang dalam thariqahnya kecuali setelah luas pengetahuan syari'atnya, dengan ukuran dapat mengalahkan ulama lain melalui hujjah-hujjah yang kuat dalam satu pertemuan. Jika tidak demikian, maka mereka tidak mengambil orang tersebut untuk menjadi murid selamanya. 


Wallahu a'lam bish shawab

Monday, May 1, 2023

Hikmah di Balik Kesulitan

Hikmah di Balik Kesulitan

Dikisahkan, ada dua malaikat berjumpa saat turun dari langit. Terjadilah percakapan di antara keduanya,

“Aku berada di dunia karena menjalankan sebuah perintah yang mengherankan. Allah memerintahkanku untuk menumpahkan segelas minuman yang sangat diinginkan oleh salah seorang wali Allah yang sedang sakit parah dan sekarat menjelang kematian. Padahal dia bertahun-tahun sangat rajin beribadah kepada Allah. Aku meninggalkannya dalam keadaan dia akhirnya menghembuskan nafas terakhir tanpa sempat mereguk nikmatnya minuman yang sangat diinginkannya.”


Malaikat yang satunya berkata,

“Aku di dunia diperintahkan untuk menjalankan misi berkebaikan dari yang diperintahkan kepadamu. Ada orang kafir yang sangat menginginkan menyantap satu jenis ikan. Padahal ikan itu hanya hidup di laut yang dipisahkan tujuh samudera dengan tempat orang kafir tersebut berada. Allah memerintahkanku untuk membawa ikan tersebut dari laut tempat asalnya untuk kemudian aku masukkan ke dalam jarring seorang nelayan yang akan menyerahkannya kepada orang kafir itu. Orang kafir tersebut telah mengumumkan kepada para nelayan, barangsiapa yang bisa membawa ikan dengan cirri yang dia sebut, maka dia akan menggantinya dengan uang melimpah. Akhirnya aku bawa ikan tersebut dan aku letakkan di jaring seorang nelayan, yang menyerahkannya kepada orang kafir itu.” 


Kemudian turun seorang malaikat lagi dari langit. Dia berkata kepada dua malaikat yang sedang bercakap-cakap.

“Tidak perlu kalian heran! Allah memerintahkanku untuk menjelaskan kisah dua orang manusia yang kalian datang! Wali Allah itu telah melakukan satu maksiat. Allah menghalangi dia menikmati apa yang sangat dia inginkan, supaya pahala dari perasaan susahnya dapat melebur dosa maksiat yang telah dilakukan. Sehingga di akhirat kelak dia tidak memiliki dosa lagi.

Orang kafir yang menginginkan ikan pernah melakukan kebaikan semasa hidupnya. Saat dia menginginkan sesuatu, Allah memberikannya. Sebagai balasan kebaikannya di dunia. Supaya di akhirat dia tidak memiliki kebaikan saat memasuki neraka untuk selamanya.”

[Dikutip dari Kitab Tuhfatul Asyraf juz 2 halaman 111]

(…)

Jangan merasa tenang karena masih selamat melakukan keburukan selama 50 tahun. Hukuman dan kehinaan setelah tutup usia itu lebih parah.


Kadang, hikmah di balik petaka dan kesulitan baru kita pahami setelah waktu lama. Karena itu ingatlah, jangan mengeluh dulu ketika ada hal yang tidak seperti harapanmu.


Saat keinginan kita tidak terwujud kita harus tetap BERSABAR dan TETAP BERBAIK SANGKA kepada Allah. Kita tidak tahu hakikat dan hikmah yang sebenarnya. Bisa jadi itu menjadi AMAL KEBAIKAN yang akan kita tuai di akhirat atau PELEBUR DOSA maksiat yang kita lakukan.

Badan Otonom

Muslimat NU
Read More
GP Ansor
Read More
Fatayat NU
Read More
IPNU
Read More
IPPNU
Read More
PMII
Read More
Jatman
Read More
JQH NU
Read More
ISNU
Read More
PSNU PN
Read More

Lembaga

LP Ma'arif NU
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama
RMINU
Rabithah Ma'ahid al-Islamiyah Nahdlatul Ulama
LBMNU
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
LESBUMI
Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia
LAZISNU
Amil Zakat Infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama
LTNNU
Lembaga Ta'lif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama
LAKPESDAM
Kajian Pengembangan Sumber daya
LDNU
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama
LPBINU
Penanggulangan Bencana Perubahan Iklim
LTMNU
Lembaga Ta'mir Masjid Nahdlatul Ulama
LKKNU
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama
LFNU
Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama
LPBHNU
Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama
LPNU
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama
LPPNU
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama
LKNU
Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama
LPTNU
Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama
LTN NU
Lembaga Infokom dan Publikasi Nahdlatul Ulama
LWPNU
Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-