Saturday, May 6, 2023

TIGA FAKTOR PENENTU KEPRIBADIAN MANUSIA

Allah SWT berfirman dalam surah At-Taubah ayat 119 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. Ayat ini diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW: “Seseorang berada pada keagamaan temannya, maka lihatlah salah seorang di antara kamu, siapa yang dijadikan teman itu.” [HR. Imam Abu Daawud dan Imam Tirmidzi]

Survey membuktikan, beberapa penelitian ilmiah telah menemukan, bahwa sikap, mental dan kepribadian seseorang sangat dipengaruhi siapa teman dekatnya. Dalam hal ini, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, berkata: “Bersahabatlah dengan orang yang selalu berbuat kebajikan, niscaya engkau menjadi salah satu dari mereka, dan jauhilah yang gemar berbuat jahat, niscaya engkau akan terhindar dari akibat kejahatan mereka.”


Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap mental dan pribadi seseorang. Pertama, faktor keluarga. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tualah yang menjadikan dia yahudi, nashrani atau majusi.” [HR. Imam Bukhori]


Kedua, faktor masyarakat atau lingkungan. Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang berada pada keagamaan temannya, maka lihatlah salah seorang di antara kamu, siapa yang dijadikan teman itu.” [HR. Imam Abu Daawud dan Imam Tirmidzi] Para pakar pendidikan dan psikologi telah sepakat, bahwa pengaruh keturunan, pengaruh pendidikan masih kalah kuat dibanding dengan pengaruh pergaulan.


Ketiga, faktor pendidikan. Tentang mahalnya arti sebuah lingkungan sebagaimana yang difirmankan Allah, dalam surat Ibrahim ayat 37 yang artinya, “Yaa Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezeki mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.”


Doa ini dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim, saat beliau akan meninggalkan istri dan anaknya yakni Siti Hajar dan Ismail putranya tercinta di sebuah lembah yang tandus, kering-kerontang, tidak ada tumbuh-tumbuhan dan tanaman, bahkan tidak ada kehidupan. Dari sinilah banyak hikmah yang bisa diteladani, terutama dengan metode pendidikan yang diterapkan Nabi Ibrahim kepada keluarganya.


Pertama, dia tidak meninggalkan keluarganya di sembarang tempat. Beliau menempatkannya di dekat Baitullah (rumah Allah). Seakan beliau yakin betul bahwa tidak mungkin anak dan keluarganya menjadi sholeh dan taat, tanpa mengenal Baitullah. Dalam konteks sekarang bisa juga berupa masjid. Sangat kontras dengan yang terjadi anak-anak kita sekarang, mereka lebih suka pergi ke mall daripada ke masjid.


Kedua, karena Nabi Ibrahim meninggalkan keluarganya di lembah yang kering, tandus, tidak ada tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan, maka pantaslah jika yang diminta kepada Allah SWT adalah makanan, minuman dan apa saja yang dapat menyambung hidup mereka. Namun hal itu tidak dilakukannya, justru beliau minta dalam doanya adalah “agar mereka mendirikan sholat”. Ini adalah permohonan yang berorientasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebuah permohonan yang tidak “popular” dan jarang dikumandangkan oleh para orang tua, dan kaum pendidik sekarang. Sholat yang merupakan simbol keharmonisan, hubungan dengan Alloh, akan membuahkan kesuksesan, dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, pada saat ini kurang diperhatikan oleh para orang tua.


Ketiga, permohonan berikutnya adalah “jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka”. Beliau mengharapkan menjadi orang-orang yang dicintai masyarakat, dan seorang itu dicintai karena akhlaknya. Inilah indikasi keberhasilan metode pendidikan, yaitu ketika mampu meluluskan anak-anak yang berakhlaq mulia.


Semakin lama seseorang belajar, seharusnya semakin baik akhlaqnya. Semakin tinggi gelar seseorang, seharusnya semakin bermoral.


Keempat, Nabi Ibrahim menutup doanya dengan rezeki material “dan berilah rezeki mereka dari buah-buahan”. Logika kita, akan mengatakan seharusnya permohonan inilah yang mesti didahulukan, mengingat keberadaan keluarganya di lembah yang kering dan tandus. Tetapi kenyataannya Nabi Ibrahim tidak demikian.


WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-