Walaupun kita belum bisa menunaikan ibadah haji, namun layak dan pantas kalau kita juga membicarakan dan merenungkan hal-hal yang terkait dengan haji. Di samping membekali diri untuk ke depan, kita mengintai saudara-saudara kita siapa yang hajinya mabrur. Bukan untuk dikatakan kepada mereka, tetapi sekedar untuk memberi rambu-rambu pada diri kita terhadap mereka.
Kata "Haji Mabrur" Ini sudah sangat populer. Dalam kitab-kitab hadits disebut-sebut dan diulang sebanyak 41 kali. Dan banyak pendapat tentang "Haji Mabrur". Sehingga wilayahnya masuk pada hikmatut tasyri, karena sudah bermacam-macam pendapat dan persepsi. Ada yang mengatakan bahwa, karena haji pada hakikatnya adalah uji kepatuhan dan kesabaran, maka orang yang menunaikan haji tentu seharusnya akan semakin patuh dan semakin sabar. Sehingga orang yang datang dari menunaikan haji kemudian tidak patuh, maka kita ragukan kemabrurannya.
Orang yang pulang haji kemudian tetap saja temperamen, emosional, maka sesungguhnya bisa dikatakan kurang mabrur. Kalau kita perhatikan bahwa seluruh proses ibadah haji itu murni ibadah badaniyah dan yang ibadah ruhaniyah yang terkait dengan mental. Padahal proses ibadah haji itu sepertinya bermain, jalan-jalan, camping, lempar kerikil dan lain-lain, dan semua orang apapun derajat dan kedudukannya harus tunduk patuh mengikuti proses seperti itu. Jenderal bahkan Presiden sekalipun harus mainan lempar kerikil di Jamarat.
Tetapi, pada hakikatnya bukan main-main, tetapi uji kepatuhan dan kesabaran. Betapa tidak mudahnya untuk sekedar ke kamar kecil, karena harus antre lama. Hal ini dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Sedangkan Ibnu Umar berpendapat bahwa ciri haji mabrur, husnush shahabah. Orang yang pulang haji semakin baik dalam bergaul dengan teman-temannya. Semakin familiar, semakin akrab dengan sahabat-sahabatnya. Sehingga kalau pulang haji, masih saja cemberut tidak familiar dengan sahabatnya, maka belum dikatakan mabrur.
TIGA TANDA MABRUR
Rasulullah SAW ditanya oleh sahabatnya tentang haji mabrur, beliau bersabda: Ith'aamuth tho'aam, ifsaaus salaam wa wath thiibul kalaam. Sehingga menurut Rasulullah SAW haji mabrur tandanya ada tiga. Pertama, ith'aamuth tho'aam (memberi makan) artinya seorang yang hajinya mabrur diantara tandanya adalah dia semakin dermawan. Orang berangkat haji pada umumnya kaya, mampu atau setidaknya mempunyai harta yang lebih dibanding yang lain. Jika pulang haji tidak dermawan, maka masih belum dikatakan mabrur hajinya.
Kedua, ifsaaus salaam (menebarkan salam) menjadikan salam sebagai bagian kebiasaan dalam pergaulan. Namun, harus juga disertai senyum. Dalam hadits yang terpisah, Rasulullah SAW bersabda : Ittaqin naara, walau bith tholqi wajhin (takutlah dari api neraka, walaupun pahala itu diperoleh dari senyum). Jadi, senyum, muka ceria, ketika bertemu sahabat, itu berpahala. Bahkan dengan senyum, sebanyak 16 urat akan tidak tegang dan akan terjadi rileksasi. Sehingga tidak gampang berkerut, akibatnya akan awet muda, awet sehat, awet hidup. Sehingga, jika kita menemui orang pulang haji, kemudian menjadikan salam sebagai harga mahal, cemberut, maka hajinya belum mabrur.
Ketiga, thiibul kalaam (perkataannya selalu baik). Yang biasa omong kotor, sepulang dari haji hilang kebiasaannya itu. Pembicaraannya selalu santun, sopan, enak didengar, tidak menyakitkan orang lain, tidak arogan, dll.
Untuk itu, marilah ketiga hal ini kita galakkan terutama dalam diri kita, walaupun kita belum berkesempatan menunaikan ibadah haji. Dan jika kita berkesempatan menunaikan haji, hendaknya ketiga hal ini perlu diperhatikan dan diamalkan. Terakhir, yang terkait bulan Dzulhijjah adalah puasa Arafah, Shalat Idul Adha dan berqurban. Untuk itu kami menghimbau kepada kita semua untuk melaksanakan itu, semoga dengan demikian kita bisa menjadi hamba Allah yang semakin taat dan bisa mencapai derajat taqwa yang sebenarnya.
Tentang ibadah qurban ini, syariat Islam memberi kesempatan yang agak panjang, yakni 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Patut kita renungkan sabda Rasulullah SAW : man kaana lahu sa'atun walam yudhohhi falaa yaqrobanna musholli (barangsiapa yang punya kelonggaran rizqi, kemudian tidak berqurban, maka janganlah mendekati masjidku). Suatu sindiran yang amat keras, orang yang punya ketekunan beribadah "percuma" kalau tidak ada kepedulian sosial. Semoga hubungan kita dengan Allah baik, dan dengan manusia lain juga baik. Sehingga menjadi hamba Allah yang selamat di dunia dan akhirat.
WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB