Sunday, July 16, 2023

Marhaban Tahun Baru Islam 1 Muharram 1445 H

Kita sudah memasuki gerbang 1 Muharram 1445 H. namun, sayang seribu sayang, kebanyakan ummat Islam, termasuk kita tentunya, kurang peduli terhadap kalender hijriyah. Kalau ditanya tanggal berapa hijriyah, hampir semua orang geleng-geleng kepala atau plonga-plongo karena tidak tahu. Tanggal hijriyah yang dihafal paling hanya bulan Ramadhan. Sambil menghitung hari-hari puasa menunggu datangnya lebaran.

Ada baiknya kita kembali menyelami lebih dalam bagaimana sistema kalender hijriyah dan sejarah pembentukannya. Kalender hijriyah sangat penting karena menjadi acuan dalam pelaksanaan beberapa syariat Islam, seperti ibadah haji, puasa, haul zakat, dan lain sebagainya. Adalah hilal yang dijadikan sebagai acuan awal bulan. Allah SWT berfirman, “Orang-orang bertanya kepadamu tentang hilal. Wahai Muhammad katakanlah: “Hilal itu adalah tanda waktu untuk kepentingan manusia dan bagi haji.” [QS. Al-Baqarah: 189]


SISTEM KALENDER

Penentuan dimulainya sebuah hari dan tanggal pada kalender hijriyah berbeda dengan kalender masehi. Pada system kalender masehi, sebuah hari dan tanggal dimulai pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Namun pada system kalender hijriyah, sebuah hari dan tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari.


Kalender hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun kalender hijriyah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun kalender masehi.


Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam kalender hijriyah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion).

 

Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29-30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).


Penentuan awal bulan ditandai dengan munculnya penampakan bulan sabit pertama kali (hilal) setalah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29 maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.


SEJARAH PENETAPAN

Sebelum ada penanggalan hijriyah orang-orang Arab biasanya menentukan tahun dengan peristiwa-peristiwa besar. Misalnya tahun fiil (gajah), karena saat itu terjadi penyerbuan Ka’bah oleh pasukan bergajah. Maka tahun kelahiran Rasulullah SAW dikenal dengan istilah tahun gajah.


System penanggalan seperti ini berlanjut sampai ke masa Rasulullah SAW dan Khalifah Abu Bakr Ash-Shiddiq RA. Barulah di masa Khalifah Umar bin Khathab RA, ditetapkan kalender hijriyah yang menjadi pedoman penanggalan bagi kaum muslimin.


Berawal dari surat-surat tak bertanggal, yang diterima Abu Musa Al-Asy’ari RA sebagai gubernur Basrah kala itu, dari Kholifah Umar bin Khathab. Abu Musa mengeluhkan surat-surat tersebut kepada Sang Kholifah melalui sepucuk surat, “Telah sampai kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak tau apa yang harus kami perbuat terhadap surat-surat itu. Kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban. Kami tidak tahu apakah Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.”


Karena kejadian inilah kemudian Umar bin Khathab mengajak para sahabat untuk bermusyawarah; menentukan kalender yang nantinya menjadi acuan penanggalan bagi kaum muslimin.


Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khathab dan para sahabat, muncul beberapa usulan mengenai patokan awal tahun. Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutus Nabi SAW. Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat sesuai dengan kalender Romawi, yang mana mereka memulai hitungan penanggalan dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi SAW ke kota Madinah.


Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib RA. Hati Umar bin Khathab RA ternyata condong kepada usulan kedua ini, “Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang bathil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.” Kata Umar bin Khathab RA mengutarakan alasan.


Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun. Landasan mereka adalah firman Allah SWT, “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di di dalamnya.”


Para sahabat memahami makna “sejak hari pertama” dalam ayat, adalah hari pertama kedatangan hijrahnya Nabi. Sehingga momen tersebut pantas dijadikan acuan awal tahun kalender hijriyah.


Sebenarnya ada opsi-opsi lain mengenai acuan tahun, yaitu tahun kelahiran atau wafatnya Nabi SAW. Namun mengapa dua opsi ini tidak dipilih? Ibnu Hajar rohimahulloh menjelaskan alasannya, “Karena tahun kelahiran dan tahun diutusnya beliau menjadi Nabi, belum diketahui secara pasti. Adapun tahun wafat beliau, para sahabat tidak memilihnya karena akan menyebabkan kesedihan manakala teringat tahun itu. Oleh karena itu ditetapkan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun.” [Fathul Bari, 7/335]


Alasan lain mengapa tidak menjadikan tahun kelahiran Nabi SAW sebagai acuan; karena dalam hal tersebut terdapat unsur menyerupai kalender Nasrani. Yang mana mereka menjadikan tahun kelahiran Nabi Isa sebagai acuan. Dan tidak menjadikan tahun wafatnya Nabi SAW sebagai acuan, karena dalam hal tersebut unsure tasyabuh dengan orang Persia (majusi). Mereka menjadikan tahun kematian raja mereka sebagai acuan penanggalan.


PENENTUAN BULAN

Perbincangan berlanjut seputar penentuan awal bulan kalender hijriyah. Sebagian sahabat mengusulkan bulan Ramadhan. Sahabat Umar bin Khathab dan Sahabat Utsman bin Affan mengusulkan bulan Muharam. “Sebaiknya dimulai bulan Muharram. Karena pada bulan itu orang-orang usai melakukan ibadah haji.” Kata Sayyidina Umar bin Khathab RA. Akhirnya para sahabatpun sepakat.



Alasan lain dipilihnya bulan Muharram sebagai awal bulan diutarakan oleh Imam Ibnu Hajar rahimahullah, “Karena tekad untuk melakukan hijrah terjadi pada bulan Muharram. Dimana baiat terjadi di pertengahan bulan Dzulhijjah (bulan sebelum Muharram).


Dari peristiwa baiat itulah awal mula hijrah. Bisa dikatakan hilal pertama setelah peristiwa bai’at adalah hilal bulan Muharram, serta tekad untuk berhijrah juga terjadi pada hilal bulan Muharram (red, awal bulan Muharram). Karena inilah Muharram layak dijadikan awal bulan. Ini alasan paling kuat mengapa dipilih bulan Muharram.” [Fathul Bari, 7/335]


Dari musyawarah tersebut, ditentukanlah system penanggalan untuk kaum muslimin, yang berlaku hingga hari ini. Kalender ini dinamakan kalender hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M.


Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khathab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun.


Tanggal 1 Muharram tahun 1 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW terjadi bulan September 622. Dokumen tertua yang menggunakan system kalender hijriyah adalah papyrus di Mesir pada tahun 22 H. 


Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-