Sunday, August 6, 2023

KEHIDUPAN PARA NABI AS DI DALAM KUBUR

Apakah para nabi hidup dalam kubur mereka?

Para nabi, demikian pula orang-orang yang mati syahid, hidup dalam kubur mereka dengan kehidupan alam Barzakh. Mereka mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah untuk mereka ketahui terkait keadaan-keadaan alam ini. Al-Qur'an al-'Adzhim menegaskan adanya kehidupan orang-orang yang mati syahid di alam Barzakh mereka. 

Allah SWT berfirman: "Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." [QS. Al-Baqarah: 154]


Tak diragukan bahwa kehidupan para nabi 'alaihimussalaam dan orang-orang pilihan yang mewarisi mereka lebih utuh dan lebih sempurna dari kehidupan orang-orang yang mati syahid, karena mereka memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibanding mereka yang mati syahid. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

"Maka orang-orang (yang menaati Allah dan Rosul-Nya) itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh.

Mereka (para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh) itulah teman yang sebaik-baiknya." [QS. An-Nisa': 69]


Apakah Kehidupan Nabi di dalam kubur mereka juga dinyatakan Sunnah secara jelas?

Ya, dalam hadits-hadits shohih dinyatakan mereka tetap dalam kondisi hidup dan bumi tak memakan jasad mereka.


Dari Sayyidina Anas RA, Nabi SAW bersabda: "Pada malam saat aku mengalami Isro', aku menemui Musa yang sedang berdiri di atas kuburnya di bukit pasir merah." [HR. Imam Muslim]


Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya di antara hari-hari kalian yang paling utama adalah hari Jum'at. Maka, perbanyaklah sholawat kepadaku karena sesungguhnya sholawat kalian disampaikan kepadaku." 

Para sahabat bertanya, "Bagaimana sholawat kami disampaikan kepadamu sedang kamu sudah menjadi tulang belulang?"; Maksudnya, sudah usang.

Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi bumi memakan jasad para nabi." [HR. Imam Abu Daawud, Imam An-Nasa'i, Imam Ibnu Maajah, Imam Ad-Darimi, dan Imam Achmad dari Sahabat Aus bin Aus RA]


Disebutkan pula dalam riwayat bahwa mereka pun bersholawat dan amal kebajikan mereka tetapi berlaku seperti kehidupan mereka.


Di antaranya adalah sabda Nabi SAW: "Para nabi hidup di kubur mereka. Mereka sholat." [HR. Imam Abu Ya'la dari Sayyidina Anas bin Malik RA]


Sebagaimana kehidupan para nabi AS yang telah dipaparkan di atas juga tidak bertentangan dengan sabda Nabi SAW: "Tidaklah ada seorang yang memberi salam kepadaku melainkan Allah mengembalikannya ruhku kepadaku hingga aku dapat menjawab salamnya." [HR. Imam Abu Daawud, Imam Achmad, dan Imam Baihaqi dari Sayyidina Abu Hurairah RA]


Makna "mengembalikan" di sini adalah pengembalian esensi ruh dari sisi bahwa Rasulullah SAW merasakan adanya salam dari salah seorang ummat beliau yang memberi salam kepada beliau. Hadits ini mengungkapkan sebagian, tapi maksudnya keseluruhan. Pada hadits ini terdapat mudhof (kata yang dinisbatkan) namun tak disebutkan, jadi maksudnya: Allah mengembalikan esensi ruh atau hal-hal terkait, seperti bicara. WALLAHU A'LAM -dan Allah lebih mengetahui. Sebagian ulama mengatakan bahwa konsekuensi pengembalian ini menjadikan ruh Nabi SAW senantiasa berada pada jasad mulia beliau, karena dari segala yang ada ini tiada sunyi di antara ummat beliau yang menghaturkan salam kepada beliau.


Dari Sayyidah Aisyah RAnha, ia berkata, "Aku masuk rumahku yang di dalamnya Rasulullah SAW dan ayahku dimakamkan. Aku pun menanggalkan pakaianku. Aku katakan, "Sesungguhnya ia (yang berbaring di makam itu) suamiku dan ayahku. Begitu Umar dimakamkan bersama mereka, demi Allah, tidaklah aku masuk melainkan aku dalam keadaan berpakaian yang tertutup rapat lantaran malu kepada Umar'." [HR. Imam Achmad dan Imam Hakim]


Ini menunjukkan bahwa Sayyidah Aisyah RAnha tak ragu bahwa Sayyidina Umar melihatnya. Karenanya ia menjaga diri dengan menutup rapat auratnya kala hendak memasuki ruangan itu setelah Sayyidina Umar dimakamkan di rumahnya.


Bisa atau tidakkah kita memperoleh manfaat di dunia ini dari mereka yang sudah wafat?

Ya, mayit dapat memberi manfaat kepada orang yang masih hidup. Dinyatakan dalam riwayat bahwa mereka mendoakan orang-orang yang hidup dan memberi syafaat bagi mereka.


Imam Abdullah bin 'Alawai Al-Haddad, semoga Allah meridhoinya dan memberi manfaat kepada kita dengan ilmunya, mengatakan, "Sesungguhnya manfaat yang diberikan orang-orang yang sudah mati kepada orang-orang yang masih hidup lebih banyak dari manfaat orang-orang hidup kepada mereka, karena orang-orang yang hidup sibuk hingga terlalaikan dari mereka karena perhatian mereka terhadap rezeki, sementara orang-orang yang mati telah terbebas dari rezeki duniawi dan tidak memperdulikannya lagi kecuali berupa amal-amal sholeh yang mereka persembahkan, dan mereka tidak memiliki keterkaitan kecuali dengan amal-amal itu, seperti para malaikat."


Apa dalil yang menetapkan adanya manfaat yang didapat oleh orang-orang hidup dari orang-orang mati?

Dalilnya adalah sabda Nabi SAW: "Sesungguhnya amalmu disampaikan kepada kerabat dan keluargamu (yang sudah mati). Jika amalmu baik, mereka bergembira. Adapun jika amalmu tak demikian, mereka berkata, 'Yaa Allah, jangan Kau matikan mereka hingga Kau beri mereka petunjuk sebagaimana Engkau memberi petunjuk kepada kami'." [HR. Imam Achmad dari Sayyidina Anas bin Malik RA]


Al-Bazzar meriwayatkan dengan mata rantai riwayat yang shohih dari Sayyidina Abdullah bin Mas'ud, dari Nabi SAW: "Hidupku bagi bagi kalian. Kalian mengadakan (berbagai masalah) dan diadakan bagi kalian (hukum-hukum dan ketetapan syariat). Dan wafatku baik bagi kalian, amal-amal kalian disampaikan kepadaku. Bila ada kebaikan yang aku lihat, aku memuji ALLooh. Dan bila ada keburukan yang aku lihat, aku mohonkan ampunan bagi kalian." [HR. Imam Al-Bazzar, Imam Ibnu Sa'ad dan Imam Harits bin Abi Usamah]


Ulama mengatakan, "Adakah manfaat yang lebih besar dari permohonan ampunan Rasulullah SAW saat disampaikan kepada beliau amal salah seorang di antara ummat beliau yang melakukan keburukan?"


Sebagian ulama ahli tahqiq mengatakan, "Di antara dalil terbesar yang menyatakan adanya manfaat orang-orang mati bagi orang-orang hidup adalah kejadian yang dialami Sayyidina Rasulullah SAW di malam Isro'; ketika Allah mewajibkan sholat lima puluh waktu kepada beliau. Kemudian Nabiyullah Musa AS memberi saran kepada beliau agar kembali menghadap Tuhannya dan meminta kepada-Nya agar diberi keringanan sebagaimana dipaparkan dalam Ash-Shohih. [HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Sayyidina Anas bin Malik RA]


Kala itu Sayyidina Musa AS telah wafat dan seluruh ummat Muhammad SAW berada dalam keberkahannya sampai Hari Kiamat. Hal itu lantaran mereka mendapat keringanan dari lima puluh menjadi sholat lima waktu dengan perantaraan Nabi Musa AS. Ini merupakan manfaat terbesar dan faedah teragung.


Ketahuilah, bahwa yang diuraikan di atas tidak bertentangan dengan sabda Nabi SAW: "Jika anak Adam (manusia) mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal..." [HR. Imam Muslim dari Sayyidina Abu Hurairah RA]


Maksudnya, amalnya untuk dirinya sendiri terputus, yaitu amal yang dengan melakukannya bertambah pahala baginya. Amal semacam itu yang terputus dengan datangnya kematian.


Adapun amalnya untuk orang lain, seperti juga doa dan permohonan ampunan untuk orang-orang yang masih hidup (lainnya), hadits itu tak menunjukkan keterputusannya. Bahkan telah dinyatakan amalnya tetaplah langgeng setelah kematian sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

WALLAHU A'LAM BISH SHAWAB

Contact

Talk to us

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis)

Alamat:

Jl. Tuntang, Pandean, Kec. Taman, Kota Madiun, Jawa Timur 63133

Jam Kerja:

Setiap Hari 24 Jam

Telpon:

-